Tafsir Narasi Cerita Tentang
Yefta (Hak. 11)
Seperti
narasi lain dalam Alkitab, semua peristiwa yang dicatat bukan hanya demi
kepentingan historis belaka, tetapi juga kepentingan praktis atau teologis. Dalam
Hak. 11 terdapat sebuah narasi tentang seorang pahlawan yang terlupakan yang
bernama Yefta yang merupakan tokoh utama atau tokoh sentral dalam narasi tersebut. Yefta adalah tokoh bulat atau tokoh datar.
Karakter yang dimiliki oleh Yefta dapat kita lihat adalah orang yang cukup
keras, pemberani, kurang berpikir panjang, ceroboh, dan bertanggung jawab, dan
pandai berdiplomasi. Profile kehidupan Yefta dapat dikatakan
sungguh pekat kelabu.
Yefta bin Gilead adalah
seorang anak lelaki dari Gilead orang Gilead. Ia dilahirkan di tanah
negeri Gilead oleh seorang perempuan sundal. Yefta memang tak pernah minta untuk dilahirkan, demikian
pula kedua orang tuanya, jelas tidak menginginkannya karena keduanya bukanlah
pasangan suami istri yang sah. Keberadaan dan kehadirannya hanya sekedar
konsekuensi logis dari hubungan badan dua anak manusia. Namun karena kehendak
TUHAN, bayi yang bernama Yefta tersebut
pun hadir tanpa perlu meminta untuk diterima di tenda kehidupan ayahnya
si Gilead. Dia dibawa menuruti keinginan sang ayah. Namun tidak lama kemudian
istri Gilead yang sah juga melahirkan anak-anak bagi Gilead. Sebagaimana
adanya, timbul masalah klasik statuta dan hak di dalam kehidupan keluarga tersebut. Pada
waktunya, mencuatlah masalah warisan dan hak di antara sesama anggota keluarga
yang tadinya hidup tenteram. Anak-anak Gilead dari istri Gilead
yang sah mulai mengusik Yefta, si saudara tiri mereka. Aksi-aksi intimidasi yang
berlangsung dibungkus dengan argumentasi logis dingin pun terkadang menyakitkan.
Mereka juga melegalisasi egoisme yang berlebih lewat aksi main usir terhadap
saudara tiri mereka tersebut. Mereka lupa bahwa asal mereka dari tunggul
yang sama, yakni Gilead dan sama-sama tak pernah minta untuk dilahirkan. Untuk
urusan usik-mengusik inipun, mereka didukung oleh legitimasi para tetua kota
yang juga mengusir Yefta dari negeri mereka.
Ketika menginjak dewasa pemuda Yefta
bin Gilead lari dari lingkungan kota Gilead. Kota di mana ia sempat dibesarkan
bersama saudara-saudara tirinya. Ia pergi memisahkan diri, dan menyimpan dendam
kesumat di tanah Tob di Syria. Di tempat ini Yefta mengelompok bersama para
petualang. Mereka selalu bekerja atas nama naluri dan panggilan perut. Atau
demi alasan-alasan lain yang disahkan oleh diri sendiri. Mereka mengisi
keseharian dengan merampok, keras dan liar.
Namun suatu
ketika, Yefta bin Gilead dipilih dengan sengaja oleh para tetua bangsanya
sendiri dan menobatkannya sebagai Hakim Agung mereka. Dia dibebani tugas
memimpin bangsanya. Pada waktu yang sama, Yeftapun diangkat sebagai Panglima
Perang, Penguasa dan Pemimpin Tunggal dari suatu bangsa yang memang keras
kepala, yakni orang Israel yang saat itu sedang terdesak melawan bani Amon. Bagi seluruh warga
bangsa ini, tanah air dipahami sebagai anugerah dan pemberian TUHAN kepada
mereka. Oleh karena itu, lawan-lawannya yang lama mendiami dan menduduki tanah
itu dianggap melakukan perampasan yang harus ditolak dan dilawan. Kalau perlu
dengan bantuan siapapun, termasuk Yefta yang telah mereka usir beberapa waktu
silam. Mereka siap menjilat ludah mereka sendiri demi Akhirnya setelah terjadi tawar-menawar dengannya maka
Yefta bersedia berperang namun dengan syarat jikalau menang maka ia akan
menjadi pemimpin atas suku Gilead. Disitulah dimulainya titik balik kehidupan
Yefta. Dari hal ini, kita mendapat pelajaran bahwa kita tidak mempunyai hak
untuk mengatakan bahwa kita lebih baik daripada orang lain, karena mungkin
sekali Tuhan akan membalikkan suatu situasi dengan begitu drastis, dimana
orang-orang dan tetua Gilead yang dilingkupi dengan kenyamanan dan ketentraman
akhirnya mengalami keterpurukan juga dan harus meminta pertolongan dari orang
seperti Yefta yang telah mereka usir. Semua itu sangat mungkin terjadi sehingga
kita tidak seharusnya memberi penilaian negatif kepada orang lain.
Diawal hidup
Yefta memimpin bangsa Israel, Alkitab membuka dengan satu catatan yang begitu
indah, dimana dikatakan bahwa Roh Tuhan menghinggapi Yefta sehingga kemenangan
demi kemenangan ia alami. Di dalam PL, jikalau Roh Tuhan menghinggapi
seseorang, berarti disana ada penyertaan dan berkat Tuhan sehingga apa saja
yang ia perbuat pasti berhasil. Tetapi sangat mengherankan sekali bahwa dalam
ayat 30 Alkitab mencatat nazar Yefta yang mengatakan, “Jika Engkau sungguh-sungguh menyerahkan bani Amon itu kedalam
tanganku, maka apa yang keluar dari pintu rumahku untuk menemui aku, itu akan
menjadi kepunyaan Tuhan, dan aku akan mempersembahkannya sebagai korban bakaran”.
Disini kita melihat bahwa sepertinya Yefta mulai kembali tawar-menawar dengan
Tuhan, walaupun ia tahu bahwa Roh Tuhan ada padanya dan itu berarti ada suatu
jaminan yang pasti. Ini satu hal yang ia bawa dari masa petualangannya bersama
para penyamun di tanah Tob. Sebab merupakan kebiasaan bagi mereka sebelum
berperang mempersembahkan korban manusia sebagai korban bakaran untuk
mendapatkan kemenangan. Padahal kalau kita lihat selanjutnya dikatakan bahwa
anaknya merupakan anak tunggal, dan itu berarti hanya istri dan anaknya yang
tinggal di rumah. Sehingga sangat mengherankan jikalau ia terkoyak hatinya
ketika anaknya menyongsong dia dengan menari-nari. Mungkin sekali itu berarti yang
ia harapkan menyongsong adalah istrinya, karena ia begitu jengkel dan sedang
mengalami konflik dengannya, sehingga dengan cara yang sangat rohani ia
berusaha melenyapkannya. Ini satu hal yang sangat licik sekali yang mungkin
muncul dalam pikiran Yefta. Bukankah seringkali ada banyak hal yang dapat kita
pakai mengatasnamakan hal-hal rohani tetapi sebenarnya dibalik itu banyak hal
yang tersembunyi, hanya kita sendiri yang tahu? Namun itu bukan berarti Tuhan
tidak tahu, sebab tangan Tuhan sudah ada diatas Yefta dan Ia sudah memberikan
kemenangan demi kemenangan yang hebat. Ia
yang adalah utusan Allah yang sedang menunaikan tugas yang Allah berikan yakni
menjaga dan memelihara umat Israel serta mengusir musuh-musuhnya agar tergenapi
apa yang Allah janjikan bagi mereka yakni suatu tempat bagi mereka. Seharusnya
merasa yakin & cukup dengan kenyataan bahwa Allah turut bersamanya.
Kemenangan atas bani Amon dapat Allah berikan sekalipun Yefta tidak bernazar.
Allah mengetahui yang terbaik bagi umatNya. Tuhan tidak pernah memberikan tugas kepada seseorang
yang akhirnya membuat orang tersebut terkapar dan tidak mampu mengerjakannya
karena Ia tahu dengan jelas berapa kapasitas setiap orang. Tuhan tahu kapasitas
kita, termasuk kapasitas Yefta. Yefta tidak seharusnya mengeluarkan
tawar-menawar yang kurang bijaksana yang menyebabkan harus dikorbankannya
seorang anggota keluarganya.
Paling
sedikit terdapat dua penafsiran mengenai nazar Yefta, yaitu: 1). Yefta
mengenapi janjinya dalam arti mengorbankan anak perempuannya dengan cara tidak
diberikan kesempatan untuk menikah, dan seluruh orang Israel menangisi
kegadisannya. 2). Yefta sungguh-sungguh mempersembahkan anaknya sebagai korban
bakaran, sesuai dengan nazarnya.
Dari hal ini
kita dapat belajar bahwa meskipun Yefta yang sejak kecil dibenci oleh orang
Manasye dan juga merupakan seorang anak perempuan sundal, namun karena berkat
Tuhan ada diatasnya maka ia pun berhasil. Seringkali konsep kita terhadap
anak-anak semacam itu, dan bahkan anak dari keluarga yang broken home begitu
negatif, padahal sebenarnya tidak ada orang yang berhak memberikan penilaian
semacam itu, karena hanya Tuhanlah yang berhak melakukannya. Seburuk atau
sepahit apapun latar belakang hidup kita, kita dimampukan oleh Tuhan dan Tuhan
pakai kita menjadi alat kemuliaanNya. Kita jangan menghina keberadaan kita
masing-masing karena kita adalah orang yang kepadanya Tuhan mengarahkan
pandangan mata dan Tuhan peduli hingga hal-hal yang paling kecil sekalipun dalam
hidup kita masing-masing. Itu adalah contoh ekstrim yang Alkitab katakan bahwa
Yefta lahir dari perempuan sundal. Selain itu, kita juga harus percaya kepada
Tuhan yang telah memberikan berkat kepada kita untuk melakukan sesuatu hal yang
penting. Kita harus yakin bahwa Tuhan memberikan kita tugas berarti karena
Tuhan anggap kita mampu dan Tuhan pasti akan selalu ada beserta kita untuk
memampukan kita menjalaninya tanpa perlu melakukan nazar yang merugikan kita
karena Tuhan juga tidak ingin kita terluka. Oleh karena
itu, biarlah
setiap kita berdoa supaya kiranya potensi yang Tuhan berikan kepada kita tidak
membuat kita semakin jauh atau bertindak apa yang tidak Tuhan kehendaki, tetapi
justru semakin dekat dengan Tuhan. Dengan demikian kita dapat menjadi orang
yang dipakai oleh Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar