Makna
Perjamuan Kudus
Pendahuluan
Siapa yang tidak mengenal Leonardo da Vinci, seorang
arsitek, musisi, penulis, pematung, dan pelukis yang memiliki banyak karya-karya
indah. Lukisannya yang sangat terkenal adalah Jamuan Terakhir dan Mona
Lisa. Lukisannya yang berjudul Jamuan
Terakhir (The Last Supper) merupakan sebuah lukisan yang dilukisnya di
dinding biara Santa Maria di Milan pada tahun 1495-1497 yang menggambarkan
bagaimana suasana suatu Perjamuan Malam yang dilakukan oleh Yesus bersama
dengan murid-muridNya [1].
Mungkin bila mendengar kata Perjamuan Malam, setiap
orang secara spontan akan membayangkan suatu pesta jamuan makan malam meriah dengan
dihadiri oleh banyak orang dan sanak saudara. Mungkin saja seperti sebuah
jamuan makan malam di hari Natal yang hampir dirayakan oleh tiap-tiap keluarga
pada saat malam Natal. Namun, dalam hal ini perjamuan yang ada dibenak kita dengan
Perjamuan Malam yang penulis maksudkan dalam paper ini mungkin sedikit berbeda.
Perjamuan Malam biasanya dipakai untuk menyebutkan
perjamuan perpisahan yang
dirayakan oleh Yesus
bersama para muridNya pada petang hari sebelum Ia ditangkap dan menderita (Mark 14:17-26; Mat
26:20-30; Luk 22:14-20; 1Kor 11:23-25).
Dalam perayaannya, Perjamuan Malam adalah salah satu perayaan yang paling
penting dari gereja-gereja kita. Di Indonesia sendiri, Perjamuan Malam
merupakan puncak dari hidup kegerejaan kita karena kecuali hari raya Natal,
tidak ada perayaan gerejani lainnya yang begitu baik dipersiapkan selain
perayaan Perjamuan Malam. Persiapan itu dapat berupa persiapan diri sendiri
(=hidup), pakaian (umumnya yang berwarna hitam atau kehitam-hitaman) yang akan
dikenakan pada waktu perayaan Perjamuan Malam, kolekte (=”korban”) yang akan
dipersembahkan dalam perayaan itu, kain meja, alat-alat Perjamuan Malam
(=piring-piring roti dan cawan-cawan anggur) dikeluarkan dari tempatnya, dicuci
dan dibersihkan, ruangan tempat berlangsungnya perjamuan juga ditata rapi dan
bersih sehingga perayaannya akan berlangsung dengan khidmat.
Perjamuan Malam merupakan awal dari Perjamuan Kudus
yang kita lakukan hingga kini. Perjamuan Malam itu sendiri adalah suatu
perjamuan akhir sebelum pengadilan dan penyaliban Yesus, yang diadakan bersama
murid-muridNya di kamar loteng[2].
Sebutan Perjamuan Malam juga sering disebut dengan Perjamuan Tuhan yang berasal
dari perkataan Rasul Paulus dalam 1 Kor. 11: 20. Perjamuan Malam disebut pula Perjamuan
Kudus atau ekaristi yang berarti pengucapan syukur, bergembira, berterima kasih.
Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Perjamuan Kudus, dalam
paper ini akan dibahas tentang apa itu Perjamuan Kudus dan apa makna dari
Perjamuan Kudus agar kita semakin mengerti tentang Perjamuan Kudus dan tidak
melakukan Perjamuan Kudus hanya sebagai sebuah rutinitas tahunan mengikuti apa
yang telah ditetapkan oleh gereja kita.
Perjamuan
Kudus
Pada mulanya jumlah sakramen belum tetap. Petrus
Lombardus menyebutkan ada tujuh sakramen, yaitu baptisan, konfirmitas,
ekaristi, tobat, urapan, tahbisan, dan pernikahan. Gereja Timur dan Gereja
Anglikan menerima ketujuh sakramen ini, namun Gereja-gereja Prostestan hanya
menerima dua sakramen, yakni Baptisan dan Perjamuan Malam atau Perjamuan Kudus[3].
Menurut Kamus Alkitab, perjamuan memiliki dua arti.
Arti yang pertama adalah jamuan makan malam resmi yang untuknya dikirimkan
undangan. Pada saat terakhir, para undangan akan diberitahukan jika pesta
benar-benar sudah siap (Luk. 14: 7). Tempat duduk diatur menurut penilaian tuan
rumah terhadap tamu-tamunya. Arti yang kedua, apabila dua orang asing bertemu
di gurun dan makan bersama, maka terbentuklah suatu ikatan kukuh yang tidak
dapat ditiadakan. Jamuan itu biasanya terdiri dari sayur-sayuran dan daging
yang darahnya sudah diperas sampai habis. Sedangkan arti dari Perjamuan Kudus atau
ekaristi itu sendiri adalah salah
satu sakramen yang dikenal di dalam Gereja Kristen. Istilah ekaristi
yang berasal dari bahasa Yunani
ευχαριστω, yang berarti berterima kasih, bergembira atau pengucapan
syukur. Istilah ekaristi lebih sering digunakan oleh gereja Katolik, Anglikan, Ortodoks Timur, dan Lutheran, sedangkan
istilah Perjamuan Kudus digunakan oleh gereja Protestan.
Perjamuan Kudus didasari pada makan malam terakhir Yesus dengan murid-muridnya pada malam sebelum ia ditangkap
dan disalibkan (Markus 14:12-21). Namun selain itu, perayaan Perjamuan Kudus
sudah ada sejak lama (diceritakan dalam Perjanjian Lama) yang menjadi patrun
Yesus pada Perjamuan Malam yang dirayakanNya bersama dengan murid-muridNya.
Asal
muasal Perjamuan
Kudus
adalah dari sebuah ritus Paskah di dalam tradisi Yahudi pada
masa Perjanjian Lama yaitu ketika di malam
terakhir bangsa Israel akan keluar dari tanah Mesir. Sebelum kedatangan
malaikat maut, mereka diharuskan untuk memakan roti tak beragi, sayur pahit, dan sebagainya. Sejak saat
inilah perayaan Paskah
ditetapkan di dalam
Israel dengan istilah hari Raya
Paskah Tak Beragi. Pada perkembangannya, Paskah di dalam Perjanjian Lama ini menjadi inspirasi
atau tipologi bagi Paskah pada masa Perjanjian
Baru, yang dipusatkan pada
pengorbanan diri Kristus di atas kayu salib, demi menebus dosa manusia. Ada
perkembangan di dalam
istilah Paskah pada masa PL dan
Paskah pada masa PB yaitu jika paskah pada masa PL merupakan sebuah bentuk karya
penyelamatan Allah kepada bangsa Israel agar bangsanya dapat keluar dari tanah
perbudakan Mesir. Paskah
pada masa PB memilki makna yaitu keluarnya manusia dari perbudakan dosa melalui
karya penyelamatan Allah di
dalam
diri Kristus.
Perjamuan Malam yang
dilakukan Yesus pada malam terakhir ia bersama muridNya berbeda dengan
Perjamuan Malam seperti yang dikisahkan dalam PL. Kendati demikian, pola
perjamuannya tetap sama, yang berbeda adalah orang-orang yang hadir didalamnya
dan adanya penekanan dari Yesus bahwa tubuhnya adalah sebuah peringatan, “Inilah tubuhKu! Inilah darahKu!”. Oleh
karena itu, sejak saat itu, setiap orang yang percaya dalam Kristus, dapat
melakukan Perjamuan Kudus ini. Tidak peduli mereka dari kaum termarjinalkan
yang minoritas seperti orang miskin ataupun dari kaum bangsawan, ahli taurat,
atau ahli agama sekalipun. Semua dapat duduk bersama dalam Perjamuan Kudus yang
telah dilegalkan oleh Kristus melalui persembahan tubuhnya. Konsep perjamuan
Yesus inilah yang menjadi patrun untuk Perjamuan Kudus hingga kini.
Perayaan Perjamuan Kudus
Merayakan Perjamuan Kudus atau ekaristi juga merupakan cara berhubungan
dengan wafat dan kebangkitanNya Yesus Kristus. Melalui ekaristi,
para undangan itu ikut serta dalam misteri Paskah. Dengan melakukan makan akan santapan ini, kita mewartakan kematian Tuhan. Sementara cawan dan roti adalah simbol tentang kematian Kristus
dan digunakan untuk memperingati kematianNya (I Kor 11:25). Di dalam pelaksanaannya di
jemaat mula-mula, Perjamuan
Kudus mengajarkan pada
jemaat untuk mengingat dan merayakan kematian Tuhan Yesus sampai pada penantian
kedatanganNya yang kedua kalinya.
Ekaristi adalah
santapan kurban salib. Hal ini terungkap melalui santapan ini yaitu Perjanjian
Baru yang telah ditandai dengan darah Putera Allah. Kerajaan Allah yang pernah
ditawarkan sebagai suatu pesta, kini diwahyukan dalam santapan ini. Persatuan umat Kristen dikuatkan dalam santapan ini. Kesatuan tubuh Kristus
digambarkan dalam Perjamuan Tuhan. Karena roti adalah satu maka kita sekalipun
banyak adalah satu tubuh karena kita semua mendapat bagian dari roti yang satu
itu (1 Kor 10:17).
Paulus menggunakan
lambang satu roti yang dipecah-pecahkan dan dibagikan kepada para penyembah
untuk melukiskan kesatuan anggota-anggota. Kesatuan harus ada di antara
orang-orang yang ikut ambil bagian Perjamuan Kudus karena mereka telah memiliki
persatuan dengan Kristus sebelumnya. Perihal minum dari cawan adalah
keikutsertaan dalam darah Kristus dan makan roti adalah keikutsertaan dalam
tubuh Kristus (I Kor 10:16). Orang-orang percaya menemukan kesatuannya dalam Kristus.
Paulus
juga menekankan bahwa santapan ini mengandung daya-daya eskatologis umat Allah
dalam perjalanan mereka menuju tanah terjanji. Santapan ini merupakan santapan
untuk akhir jaman bersama dengan Kristus. Di dalam santapan itu, kita mencicip
pesta abadi sekaligus mencicipi pegadilan terakhir yang mendahului pesta abadi
tersebut. Di dalam santapan, hakim agung sudah menentukan hukumannya.
KehadiranNya sama dengan kehadiran pada saat parousia kelak.
Makan
dan minum mengandung makna lebih daripada sekadar peringatan peristiwa yang
telah terjadi di masa lampau melainkan menggambarkan juga partisipasi dalam
tubuh dan darah Kristus. Maka dari itu, di dalamnya terkandung makna
partisipasi dalam tubuhNya. Roti dan anggur
menjadi sarana kehadiran Kristus. Makan roti dan minum anggur adalah persatuan
(saling berbagi) dengan Kristus surgawi. Menunjukkan adanya
suatu partisipasi dari umat terhadap karya pengorbanan Kristus bagi kehidupan
orang percaya melalui makan dan minum dari tubuh dan darahNya. Anggur dan roti
dipandang sebagai makanan rohani karena didalamnya terkandung makna sebagai
tubuh dan darah Kristus yang dimakan sebagai tanda penebusan yang Ilahi bagi
umatNya. Karya penebusan pemberian Allah ini dikenang melalui kurban dalam
bentuk makanan spiritual yaitu tubuh dan darah Kristus.
Perjamuan malam ini
merupakan suatu bentuk perayaan mengenang penebusan yang membawa keselamatan
dan kesukacitaan bagi umat yang menerima pemberian Allah ini. Pernyataan roti
sebagai tubuh Kristus ini didasarkan pada perkataan Yesus sendiri yang menyebut
diriNya sebagai roti dari surga dan darahNya yang tercurah yang akan dimakan
dan diminum didalam Perjamuan Malam tersebut. Perjamuan ini berfungsi menjadi perantara antara persekutuan jemaat dengan Kristus.
Melalui Perjamuan yang
dilakukan jemaat pada masa itu dapat ditemukan sebuah perintah Tuhan Yesus Anamnesis[4],
yang sangat di hargai oleh Paulus (Donald 1996:89). Hal ini dikarenakan Paulus
berpendapat bahwa melakukan Perjamuan Kudus adalah sebuah keharusan dan kewajiban
namun hal ini saja tidak cukup hanya berarti ketika jemaat melakukan Perjamuan
Malam tetapi harus dengan maksud mengenang kembali karya penebusanNya dan juga
memberitakan kembali kematian Kristus sampai pada pengharapan jemaat akan
kedatanganNya kembali.
Pelaksanaan Perjamuan
Kudus dan partisipasi jemaat didalamnya juga menunjukkan identitas dari jemaat
tersebut sebagai anggota didalam tubuh Kristus dengan Kristus sebagai kepala
gerejaNya. Melalui Perjamuan Kudus, didalam pengorbanan yang dilakukan oleh
Kristus, terjadi rekonsiliasi hubungan antara Allah dan manusia. Orang percaya
menjadi umat yang telah ditebus dan hidup didalam komunitas dengan yang Ilahi
didalam Gereja. Inilah yang mendasari gereja disebut sebagai “Tubuh Kristus”.
Dengan memakan Roti yang adalah lambang dari Tubuh Kristus, maka berbagai macam
orang percaya yang berbeda itu menjadi satu ketika memakan Tubuh dan Darah
Kristus yag dilambangkan melalui roti dan anggur tersebut.
Makna Perjamuan Kudus
Pada
umumnya orang Kristen percaya bahwa mereka diperintahkan Yesus untuk mengulangi
peristiwa perjamuan ini untuk memperingatinya, "... perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!" (1 Kor.
11:24-25). Namun berbagai aliran Gereja Kristen memberikan pengertian yang
berbeda-beda pula terhadap sakramen ini. Gereja Katolik Roma menekankan arti
perjamuan kudus sebagai sarana keselamatan bagi umat. Gereja-gereja Protestan
umumnya lebih menekankan perjamuan sebagai peringatan akan kematian dan
pengorbanan Yesus bagi umat manusia. Berikut adalah penjabaran dari beberapa
makna Perjamuan Kudus, yakni:
1.
Perjamuan Kudus sebagai perjamuan pengucapan syukur
Perjamuan
Malam yang juga disebut Perjamuan Kudus adalah suatu pesta kemenangan, bukan
perjamuan duka ataupun perjamuan orang mati, melainkan berlangsung dalam
kegembiraan (Kis. 2:46). Jemaat merayakan Perjamuan Kudus dengan gembira dan
dengan pengucapan syukur karena jemaat tahu bahwa Yesus - yang mati, tetapi
yang telah bangkit kembali- hadir bersama-sama dengan mereka dalam perayaan
mereka. Jemaat merayakan Perjamuan Kudus dengan gembira sebagai pengucapan
syukur untuk kemenangan Kristus atas maut dan keselamatan yang Ia telah
anugerahkan kepada semua manusia oleh kematian dan kebangkitanNya. Untuk
dosa-dosa kita Kristus telah mati, dan untuk keselamatan kita Ia telah bangkit.
Oleh karena itu, kita sebagai jemaat harus merayakan Perjamuan Kudus sebagai
manifestasi pengucapan syukur kita kepada Allah, karena Dia telah mengasihi
umat manusia sedemikian rupa sehingga memberikan Anak-Nya yang Tunggal sebagai
korban penebusan dosa kita hingga kita selamat dari dosa (Yohanes 3:16).
2.
Perjamuan Kudus sebagai peringatan akan Yesus
Pada
waktu Yesus dan murid-muridNya merayakan Perjamuan Malam atau Perjamuan Akhir,
Ia mengambil roti dan sesudah Ia mengucap syukur atasnya, Ia
memecah-mecahkannya dan berkata: “Inilah tubuhKu, yang diserahkan bagi kamu;
perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku! Demikian juga Ia mengambil
cawan sesudah makan, lalu berkata: Cawan ini adalah perjanjian baru yang
dimaterikan oleh darahKu; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!” (1 Kor. 11:24-25). Dalam hal ini, yang menjadi
peringatan itu adalah peringatan akan keselamatan yang ‘dihasilkan’ Yesus oleh
kematian itu dan juga atas karya-karya pembebasan Allah[5].
Dengan kata lain, Perjamuan Kudus sebagai peringatan untuk menghayati
keselamatan yang Yesus kerjakan oleh kematian dan kebangkitanNya. Oleh karena
penderitaan dan kematian Yesus sebagai Anak Domba Allah di kayu salib itulah
yang memungkinkan umat manusia diselamatkan dari Dosa Warisan Adam (Lukas
22:19).
3.
Perjamuan Kudus sebagai pemberian Roh Kudus
Roti
tetap roti, dan anggur tetap anggur. Tidak akan pernah dapat berubah menjadi
daging dan darah. Namun dengan hadirnya Roh Kudus saat Perjamuan Kudus
berlangsung, maka makna dari roti dan anggur itu menjadi berbeda. Dengan adanya
Roh Kudus kita memperoleh persekutuan dengan Kristus dengan kematian dan
kebangkitanNya yang benar-benar hadir dalam perayaan Perjamuan Kudus. Oleh
karena itu, doa epiklesis dalam Perjamuan Kudus memainkan peranan penting[6].
4.
Perjamuan Kudus sebagai perjamuan persekutuan
Perjamuan Kudus adalah perjamuan persekutuan. Jemaat
yang datang berkumpul bersama-sama dan merayakan Perjamuan Kudus beroleh
persekutuan dengan Kristus. Persekutuan dengan Kristus bukan saja karena
memakan roti yang dipecah-pecahkan sebagai symbol tubuh Yesus dan meminum
anggur yang merupakan symbol darah Yesus sehingga disebut dengan persekutuan
dengan tubuh dan darah Kristus atau persekutuan dengan kematian dan kebangkitan
Kristus. Melainkan juga persekutuan diri kita dengan orang lain di dalam
Kristus. Dalam 1 Kor. 11, Paulus mengatakan bahwa kalau anggota-anggota Jemaat
dalam Perjamuan Kudus hanya memperhatikan dirinya sendiri tanpa memperhatikan
diri orang lain, maka mereka mendatangkan hukuman atas diri mereka sendiri
karena mereka tidak mengakui tubuh Tuhan
(1 Kor 11:29). Oleh karena itu, dengan saling memperhatikan satu sama
lain di dalam Perjamuan Kudus maka akan terbebas dari diskriminasi ras, suku,
bangsa, dan golongan. Perjamuan Kudus terbuka untuk siapa saja, baik untuk
orang yang kaya, yang miskin, yang berkuasa, yang lemah dan sebagainya. Semua
bersatu dan bersekutu di dalam Kristus.
Makna Perjamuan Kudus Menurut Luther, Calvin dan
Zwingli
Pada zaman reformasi, para teolog sempat bersitegang
dalam menanggapi makna Persekutuan Kudus ini. Para teolog seperti Luther,
Calvin dan Zwingli memiliki pemahaman yang berbeda tentang Perjamuan kudus. Secara
garis besar, ada beberapa doktrin yang berkenaan dengan perjamuan kudus, yakni:
1) Transubstansiasi yang dicetuskan oleh gereja
Roma
Ada perubahan atau
transformasi, yakni roti bertransformasi menjadi tubuh Kristus secara harafiah
demikian pula halnya dengan anggur bertransformasi menjadi darah Kristus. Kristus
hadir secara fisik. Penekanan terletak pada: ”Inilah tubuh-Ku.”
2) Consubtansiasi yang
dicetuskan oleh Luther
Roti
dan anggur tetaplah roti dan anggur tetapi hadirat Kristus itu nyata,
melingkupi roti dan
anggur. Jadi ketika kita menikmati roti, kita juga menikmati tubuh Kristus
demikian pula ketika kita menikmati anggur, kita menikmati anggur dan darah
Kristus.
3) Zwingli melihat perjamuan kudus
itu sebagai suatu tanda. Perjamuan kudus itu untuk mengenang kematian Kristus
dan kasih Kristus melalui tubuh-Nya dipecah-pecahkan dan darah-Nya tercurah.
Penekanannya terletak pada: ”...sebagai peringatan akan Aku.”
4) Calvin menyatakan roti itu tetaplah
roti dan anggur itu tetaplah anggur tetapi perjamuan kudus itu bukan
semata-mata hanya mengenang Kristus. Perjamuan Kudus merupakan sarana anugerah dimana
Kristus hadir secara rohani di dalam karya Roh Kudus sehingga dengan pengertian
kebenaran dan iman maka Roh Kudus bekerja sedemikian rupa membawa kita lebih
dekat pada Kristus dan masuk dalam hadirat Kristus bahkan lebih dekat ketika
kita mendengar kebenaran Firman Tuhan.
Perbedaan teologi Luther dan Calvin
dengan Zwingli mempengaruhi penafsiran mereka terhadap makna
Perjamuan Kudus. Perbedaan pendapat antara Zwingli
dengan Luter dan Calvin mengenai sakramen sangat terasa. Perbedaan ajaran
Zwingli mengenai sakramen tidak terlalu menonjol dalam sakramen Baptisan karena
hampir sama dengan yang diutarakan oleh Luther. Namun mereka berbeda pendapat
dalam ajaran sakramen Perjamuan Kudus.
Perbedaan itu disebabkan oleh karena karakter, sifat, dan latar belakang mereka
yang berbeda. Luther adalah seorang biarawa yang bergumul dengan skolastik dari
abad-abad pertengahan, sedangkan Zwingli lebih banyak dibentuk oleh humanisme, ia tidak mudah
terharu dan lebih banyak bersifat rasional.
Perbedaan
pendapat antara mereka tentang sakramen khususnya mengenai sakramen Perjamuan Kudus membuat mereka bertiga terpisah dan
menempuh jalan mereka sendiri-sendiri. Menurut Zwingli, sakramen bukanlah
sesuatu yang suci, yang oleh kuasanya dapat membebaskan hati nurani manusia
dari dosa. Sakramen adalah jaminan, janji atau sumpah untuk membuktikan
kerelaan dirinya untuk mendengarkan dan menaati firman Allah bukan misteri atau
rahasia dan juga tidak berarti mengandung sesuatu yang suci atau sakral.
Sedangkan Luther menyebut sakramen adalah sebagai meterai atau tanda
perjanjian, maksudnya adalah baptisan secara kelihatan yang mengesahkan dan
menjamin janji-janji Allah secara sah. Luther melalui
ajarannya berpendapat bahwa tubuh dan darah Kristus tidak hadir secara jasmani
menggantikan roti dan anggur yang ada melainkan tubuh dan darah Kristus hadir
secara tidak kelihatan (Abineno 1990: 65). Sementara Calvin berpendapat bahwa
didalam melakukan Perjamuan Kudus, Kristus benar-benar hadir didalamnya, namun
bukan dalam pengertian hadir secara fisik ataupun badaniah. Kristus hadir
melalui RohNya yang Kudus (Abineno 1990: 119). Namun
bagi Zwingli, sakramen terutama adalah suatu tanda perjanjian yang menunjukkan
bahwa semua yang menerimanya rela memperbaiki hidupnya untuk mengikut Kristus.
Singkatnya, bagi Luther, sakramen adalah suatu tanda pembebasan manusia dari
segala bentuk dosanya, sedangkan bagi Zwingli, sakramen adalah hidup baru di
dalam Kristus. Zwingli tidak setuju dengan pendapat Luther itu karena
menurutnya sakramen tidak dapat melakukan penyucian dan penebusan dosa, baginya
hanya Allah saja yang dapat mengampuni dosa.
Pertemuan
Dewan Kota dengan jemaat Zurich menghasilkan putusan bahwa misa harus dihapus
dan digantikan dengan Perjamuan Kudus.
Bagi Zwingli, Perjamuan Kudus
adalah “perjamuan peringatan” yang gembira dan pengucapan syukur umum atas
segala pemberian yang Kristus berikan kepada kita. Oleh karena adanya
partisipasi kita di dalamnya, kita menyatakan bahwa kita tergolong pada
orang-orang yang hidup dari pemberian-pemberian Kristus[7].
Bagi Zwingli, Perjamuan Kudus adalah
suatu peringatan akan Kurban Kristus (didasarkan atas kesaksian Surat Ibrani
9:12; 10:10-14), roti dan anggur dalam Perjamuan Kudus hanyalah simbol dari tubuh dan darah
Kristus. Dari perkataan itu ia sebenarnya tidak mengakui “prasentia realis”
(kehadiran Kristus yang sesungguhnya ada dalam Perjamuan Kudus)[8].
Jadi yang terpenting dalam Perjamuan Kudus
menurut Zwingli adalah bahwa sakramen bukanlah alat keselamatan dari Yesus yang
dilahirkan sebagai manusia tetapi Kristus yang disalibkan ke dalam maut. Yesus
sebagai manusia tidak dapat menyelamatkan kita, tetapi yang menyelamatkan kita
adalah Kristus yang diserahkan ke dalam maut. Zwingli menghendaki kesederhanaan
dalam Perjamuan Kudus,
yakni cawan dan piringnya harus terbuat dari kayu, karena yang terpenting
bukanlah cawannya melainkan maknanya. Pada saat perjamuan orang-orang percaya
dan mengikut Kristus dan mereka berjanji untuk setia kepadaNya.
Penutup
Bagi sebagian orang, ikut hadir dalam suatu perjamuan di suatu pesta
mungkin adalah suatu hal yang sangat menyenangkan karena ia dapat makan makanan
apa saja dan sebanyak yang ia kehendaki untuk ia makan tanpa harus membayarnya.
Ia hadir, duduk sebentar, makan, kenyang, lalu pulang. Tanpa perlu menghadirkan
suatu makna pula dalam perjamuan itu karena dapat dikatakan ia hanya menumpang
makan. Tapi beda halnya dengan Perjamuan Kudus. Perjamuan Kudus adalah
perjamuan pengucapan syukur. Kita bersyukur atas keselamatan yang telah Tuhan
anugerahkan kepada kita sehingga kita dapat terbebas dari belenggu dosa. Memang
tidak penting siapa saja yang hadir pada Perjamuan Kudus karena semua orang
sesungguhnya boleh menghadirinya, terlebih orang yang sudah menerima Kristus
sebagai Juruslamatnya, tetapi yang terpenting adalah bagaimana orang yang
mengikuti perjamuan tersebut dapat memaknai Perjamuan Kudus tersebut, bagaimana
kita yang ikut didalamnya dapat terlibat dalam persekutuan dengan Kristus dan bagaimana
kita dapat memaknainya itulah yang menjadi tujuan utamanya.
Para
teolog di zaman reformasi, seperti Luther, Calvin dan Zwingli memberi makna
terhadap arti Perjamuan Kudus dari sudut pandang mereka yang berbeda. Kendati
demikian, pemaknaan dari Perjamuan Kudus yang lebih banyak dipakai di
gereja-gereja yang ada di Indonesia lebih menggunakan pemaknaan dari Luther dan
Clavin. Luther beranggapan bahwa dalam Perjamuan Kudus itu Yesus benar-benar
hadir dalam roti dan anggur, menurut Calvin hampir mirip dengan pemahaman Zwingli
yakni dalam Perjamuan Kudus roti dan anggur hanya simbol dari daging dan darah
Kristus. Sekarang, mari tilik kembali, coba kita tanya kepada diri kita
pribadi, sudahkah kita memaknai Perjamuan Kudus itu dengan benar ataukah hanya
sekedar ikut-ikutan saja? Jangan sampai pengorbanan yang dilakukan oleh Kristus
tidak kita maknai dengan mengucap syukur dan malah tidak artinya sama sekali
bagi kita.
Daftar Pustaka
Browning, W. R.
F. Kamus Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.
Casper, Charles. Bread of Heaven. Den Haag: Kok Pharos
Publishing House, 1995.
Ch.,
Abineno J. L. Perjamuan Malam. Jakarta:
BPK Gunung Mulia,
1979.
Ch., Abineno J. L. Perjamuan Malam Menurut Ajaran Para Reformator Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1990.
Ch., Abineno J.
L. Ulrich Zwingli:
Hidup, Pekerjaan, dan Ajarannya. Jakarta: BPK
Gunung
Mulia, 1993.
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II M-Z. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF,
1974.
Guthrie, Donald. Teologi Perjanjian Baru Jilid 3
Ekslesiologi,Eskaltologi, Etika. Jakarta:
BPK Gunung Mulia,
1996.
Wellem, F. D. Kamus Sejarah Gereja. Jakarta:
BPK Gunung Mulia,
2009.
World Council of Churches. Baptism, Eucharist and Ministry. Geneva,
1982.
Sumber dari internet:
http://id.wikipedia.org/wiki/Leonardo_da_Vinci
diakses oleh Shandy Yoan Barus pada hari Senin, 15 Nopember 2010 pukul 14.40 WIB.
[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Leonardo_da_Vinci diakses
oleh Shandy Yoan Barus pada hari Senin, 15 Nopember
2010
pukul 14.40 WIB.
[6] Epiklesis adalah doa kepada Roh Kudus agar Ia turun ke atas Jemaat yang
berkumpul dan juga ke atas roti dan anggur yang dihidangkan.
[7] J.
L. Ch. Abineno, Ulrich Zwingli: Hidup, Pekerjaan, dan Ajarannya, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1993), 57.
[8] ibid , 51.
Berbagi article tentang Perjamuan Akhir di Milan di http://stenote-berkata.blogspot.hk/2018/03/milan-di-perjamuan-akhir.html
BalasHapusLihat juga video di youtube https://youtu.be/7G-Im8pb2i4