Selasa, 01 Mei 2012

Kebatinan

Kebatinan

Pendahuluan
            Kebatinan adalah sesuatu yang menyangkut rasa, perasaan,emosi,roh, jiwa. Dengan demikian jika seseorang berbicara mengenai kebatinan, ia sedang berbicara tentang apa yang dirasakannya menjadi sesuatu yang dialami secara rohani, emosional dan kejiwaan. Aliran kebatinan muncul di kalangan masyarakat Jawa pada era perjuangan kebangkitan nasional (awal abad  20), khususnya setelah Indonesia merdeka. Pada masa tersebut muncul paguyuban-paguyuban yang mulai mengajarkan kebatinan.  Aliran-aliran kebatinan di Indonesia berjumlah banyak sekali. Pada tahun 70-an terdapat 150 aliran kebatinan, tahun 80-an hingga 90-an terdapat 250 aliran kebatinan, dan memasuki tahun yang berikutnya sampai sekarang, jumlah aliran kebatinan di Indonesia telah mencapai 400-500. Kita dapat melihat bahwa aliran kebatinan dari tahun ke tahun mengalami perkembangan, dengan jumlah aliran kebatinan yang semakin meningkat. Walaupun demikian, di tengah-tengah perkembangannya, aliran kebatinan tidak lepas dari tantangan dan hambatan, khususnya pada tahun 70-an  hingga 80-an.
Sekarang ini banyak dari Warga Negara Indonesia yang memegang ajaran-ajaran dari aliran kebatinan.  Sebagai contoh, salah satu aliran kebatinan terbesar di Indonesia yaitu Paguyuban Sumarah, saat ini anggotanya telah mencapai 115.000 orang, anggotanya sendiri berasal dari masyarakat priyayi dan juga dari masyarakat kelas lainnya.[1] Pertanyaan yang mungkin terbesit di pikiran kita ialah mengapa banyak sekali dari  masyarakat Indonesia yang memegang ajaran aliran kebatinan? Apa yang membuat mereka begitu tertarik untuk menganut aliran kebatinan? Pertanyaan-pertanyaan ini secara tidak langsung dapat terjawab melalui ciri-ciri aliran kebatinan sendiri. Kita dapat mengetahui, apa yang sebenarnya, yang  terdapat di aliran kebatinan, meskipun kita tidak membahas doktrin/ ajaran dari aliran-aliran kebatinan tersebut secara terperinci. Melalui ciri-ciri aliran kebatinan yang akan dibahas oleh kelompok, semoga dapat menjawab pertanyaan yang telah ditawarkan di atas. Kelompok berharap dari pembahasan ini, kita dapat mengetahui keistemewaan dari aliran kebatinan.

Ciri-ciri Aliran Kebatinan
1.                  Bersifat Batin
Kata batin sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu ‘bathin’, yang artinya jiwa, rohani, asasi, perasaan, bagian dalam dan emosi. Dengan demikian, batin berhubungan  dengan kejiwaan dan menyangkut tentang rasa atau apa yang dirasa. Penganut aliran kebatinan seringkali tidak mementingkam kedudukan, menurut mereka hal tersebut tidak berarti. Penilaian duniawi seringkali mementingkan kedudukan dan peranan manusia yang  sebenarnya tidak berarti seperti : gelar, pangkat, harta benda, kekuasaan. Semua nilai itu diremehkan oleh penganut aliran kebatinan.  Mereka fokus kepada keadaan yang  “di dalam” daripada keadaan yang di luar, yang tidak mendukung tujuan mereka untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Oleh karena sifat batin  itu, manusia merasa lepas dari segala yang semu. Dengan demikian, aliran kebatinan berupaya  untuk  menunjukkan segala usaha dan gerakan demi merealisasikan daya batin manusia.[2] 

2.                  Bersifat rasa
Fungsi  rasa dalam kebatinan ialah untuk melatih dan menyiapkan manusia untuk menerima wahyu sendiri, mendengar suara di dalam hati, melukiskan rasa yang membuat rasa tentram dan puas. Hidup tanpa emosi /rasa/ perasaan dianggap kosong, menjemukan, sia-sia, tidak member dukungan untuk mengatasi kesulitan sehari-hari. Maka aliran kebatinan menjajikan gaya hidup baru, peningkatan pengontrolan diri dan penghiburan dalam kesepian. [3]
2.         Bersifat spiritual
Penganut aliran kebatinan merasa perlu untuk menonjolkan spiritualitas. Unsur spiritualitas ini diterapkan melalui praktek-praktek yang melibatkan pengolahan batin seperti puasa, semedi dan bertapa.

3.         Kepercayaan kepada metafisika
Menurut kepercayaan  metafisika atau kepercayaan kepada alam gaib, manusia itu terdiri dari dua badan, yaitu badan jasmani yang tampak dan nyata lahir di muka kita, sedang badan yang lain disebut badan rohani (nyawa) yang tidak tampak dilihat oleh mata kita, ada di balik yang lahir itu, adalah yang batin atau yang gaib, adanya di alam gaib dan dapat dirasakan dengan rasa hati sanubari bahwa roh atau nyawa itu ada.[4]




4.         Kepercayaan animisme
Percaya bahwa yang mempunyai roh tidak hanya manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan melainkan batu pun ada rohnya.[5]

5.         Menjaga sifat asli/keaslian
Menjaga sifat asli kesopanan timur merupakan ciri khas dari aliran kebatinan untuk melawan adanya pembaharuan-pembaharuan yang terjadi di dunia modern.  Penganut kebatinan mengutamakan gaya hidup dan kesopanan timur (etika,  sopan-santun yang terdapat di budaya Timur). Aliran kebatinan mengutamakan ungkapan dan gaya asli seperti di dalam peribadatan mereka menggunakan bahasa daerah dan tradisi suku serta symbol-simbol yang digunakan.[6] Keaslian ditonjolkan setinggi-tingginya oleh Sumantri Mertodipuro dalam kata-kata berikut:
“Kebatinan adalah cara ala Indonesia mendapatkan kebahagiaan. Di Indonesia, kebatinan, apapun namanya : tasawwuf, ilmu kesempurnaan, theosofi dan mistik adalah gejala umum. Kebatinan memperkembangkan inner reality, kenyataan rohani. Maka itulah selama bangsa Indonesia tetap berwujud Indonesia, beridentitas asli, maka kebatinan akan tetap di Indonesia baik di dalam agama atau di luarnya.”[7]

6.         Bersifat subjektif, personal atau pribadi
Aliran kebatinan bersifat subjektif, individual bahkan sangat personal, maksudnya ialah hanya orang yang bersangkutan sajalah yang dapat mengalami dan merasakan pengalaman-pengalaman rohani yang dilakukan olehnya.

7.         Mementingkan ibadah
Para penganut aliran kebatinan menganggap bahwa ibadah bersifat sakral. Mereka menjalankan ibadah dengan kushyuk.    

8.         Hubungan yang erat di antara sesama penganutnya
Di antara sesama penganut aliran kebatinan memiliki hubungan yang erat.  Mereka sering mengadakan pertemuan-pertemuan secara berkala. Misalnya pada tanggal 19 dan 20 Agustus 1955 di Semarang, diadakan kongres dari berpuluh-puluh aliran kebatinan di Indonesia, yang berada di berbagai daerah di Jawa dengan tujuan untuk mempersatukan semua aliran kebatinan yang ada pada waktu itu.[8] Hasrat akan persatuan menggejala dalam aliran kebatinan. Ada kebutuhan manusia untuk bersatu sama lain (need of belonging).[9] Dengan demikian, kita dapat mengatakan bahwa aliran kebatinan menekankan  keharmonisan di antara sesama penganutnya.

9.         Di bawah bimbingan  guru atau pembimbing rohani
Guru (pembimbing rohani) dianggap menguasai ilmu yang kemudian diajarkan kepada para penganut aliran kebatinan. Para guru ini biasanya mengajarkan ajarannya berawal dari pengalaman  rohaninya sendiri. Misalnya pada ajaran Pangestu (Paguyuban Ngesti Tunggal), ajaran Serat Sasangka Jati diwahyukan kepada R. Soenarto Mertowerdojo di rumahnya pada tanggal 14 Februari 1932. Dikatakan bahwa ketika itu beliau mendengar suara di dalam hatinya : “Ketahuilah olehmu, yang dinamakan Ilmu Sejati ialah Petunjuk yang Nyata, yaitu Petunjuk yang menunjukkan Jalan Benar, Jalan yang sampai pada Asal-Mula-Hidup.” Wahyu yang diterimanya ini kemudian dicatat oleh beliau dan dihimpunnya hingga menjadi Serat Sasangka Jati.[10] Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa pendiri aliran kebatinan dipercaya (dan memercayai dirinya sendiri) mendapat ilham (wahyu) dan kekuatan dari Allah atau sumber illah lainnya.

10.       Mementingkan akhlak dan budi luhur
Penganut aliran kebatinan berusaha untuk menyempurnakan hati hingga bersih demi menciptakan masyarakat yang saling menghargai dan mencintai dengan mengindahkan perintah Tuhan. Akhlak dan budi luhur selalu berkaitan dengan kemerosotan moralitas seseorang karena kebatinan erat hubungannya dengan keteguhan moral dan keseimbangan jiwa. Contoh kemerosotan moral/akhlak dan budi luhur adalah korupsi yang merajalela, kesusilan, dan egoisme[11].

11.       Panteistis
Penganut aliran kebatinan memegang ajaran panteistis. Panteistis ialah bersatunya Tuhan dengan alam atau makhluk yang di dalam bahasa Jawa disebut: Jumbuhing Kawula Gusti.[12] Menurut aliran kebatinan, sesudah Tuhan menciptakan manusia dan alam, tidak ada lagi kegiatan atau perbuatan Tuhan terhadap manusia dan alam. Jadi kegiatan manusia dan alam itu atas kesadaran sendiri, dengan tujuan agar manusia dapat kembali dan bersatu dengan Tuhan.[13]

12.       Ajaran/ dogmanya dibuat dalam suatu kitab/buku
Sumber ajaran aliran kebatinan menggunakan kitab/buku, walaupun sebenarnya mereka tidak menganggapnya sebagai kitab suci.  Misalnya dalam aliran kebatinan Hardapusara, ajaran-ajarannya termaktub dalam dua buah buku yang oleh para pengikutnya sudah hampir dianggap keramat, yaitu Buku Kawula Gusti dan Wigati.[14]

13.       Bersifat mistis
Kata mystic di dalam bahasa Inggris berari tersembunyi atau yang gaib. Di dalam bahasa Belanda, mistik mempunyai arti jalan menuju Tuhan.[15] Ajaran aliran kebatinan selalu membicarakan yang ada sangkut pautnya dengan batin atau hal-hal yang gaib. Sifat gaib itu adalah daya penarik bagi kebanyakan penganu aliran-aliran. Penganut aliran kebatinan memiliki kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara roh manusia dengan Tuhan. Kesadaran berada dekat dengan Tuhan merupakan cara untuk bersatu dengan Tuhan. Dengan demikian dengan adanya paham tersebut, dapat dinyatakan dengan tegas bahwa aliran kebatinan dapat digolongkan ke dalam mistisisme (ilmu atau pengetahuan yang mengajarkan mistik).[16]  Penganut aliran kebatinan memakai dan mengakui kegunaan dari : aji, jimat, rajah, tenung, peruntungan rahasia, meruat dan melukat.[17]

14.       Teologinya dipengaruhi oleh kepercayaan-kepercayaan lain
Konsepsi Ketuhanan Aliran Kebatinan merupakan sinkretisme dari ajaran-ajaran lainnya, seperti Islam, Kristen, Hindu dan Budha. Misalnya menurut ajaran Ngelmu Sejati Cirebon,  Tuhan itu aktif menciptakan manusia dan alam, konsepsinya ini menyerupai ajaran agama Islam dan Kristen, dan kemudian dikuatkan dengan persaksian syahadat menurut ajaran Islam tetapi kelanjutannya menjadi ajaran wihdatul-wujud seperti aliran sufi dan selanjutnya dalam ajaran yang terakhir sama dengan ajaran Hindu dan Budha yaitu kembali ke asal  Brahman di dalam agama Hindu, dan nirwana di dalam agama Budha, yaitu tempat yang sangat nikmat dan tidak ada bandingannya, jika tidak dapat mencapai tujuan terakhir manusia akan terjerumus lahir kembali menjadi binatang dan sebagainya. Dengan demikian jelas dan tegas bahwa hubungan konsepsi Tuhan dengan manusia dan alam dalam ajaran  Ngelmu Sejati Cirebon merupakan sinkretisasi antara ajaran Islam, Kristen, Hindu dan Budha.[18] Jadi dapat dikatakan bahwa teologi aliran kebatinan dipengaruhi oleh ajaran agama-agama yang lainnya.

Kesimpulan
            Aliran kebatinan di negara Indonesia tidak termasuk ke dalam salah satu agama rakyat Indonesia. Namun demikian, banyak masyarakat Indonesia yang menjadi penganut aliran kebatinan.  Hal ini karena, agama  tidak mampu menjawab kebutuhan masyarakat yang menginginkan ketenangan dan keselarasan dengan semua mahluk ciptaan. Dalam aliran kebatinan mereka mendapatkan itu semua lewat semedi, puasa, dan penguasaan diri.



DAFTAR PUSTAKA


Hadiwijono, H. Kebatinan dan Injil. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1982.
Illyas, Abd. Mutholib & Imam, Abd. Ghofur. Aliran Kepercayaan & Kebatinan di Indonesia.
Surabaya: CV. Amin Surabaya. 1988.
Kartapradja, Kamil. Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia. Jakarta: PT Karya
Unipress. 1985.
Sopater, Sularso. Mengenal Pokok-Pokok Ajaran Pangestu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
1987.
Subagya, Rahmat. Kepercayaan Kebatinan Kerohanian Kejiwaan dan Agama. Yogyakarta:
Kanisius. 1976.
Zoetmulder, P.J. Manunggaling Kawula Gusti: Phanteisme dan Monoisme dalam Sastra Suluk
Jawa. Jakarta: PT Gramedia. 1990.





[1] Diakses oleh kelompok dari tanah-jawi.blogspot.com pada hari Senin, 25 Oktober 2010, pukul 15.00 WIB.

[2] Rahmat Subagya, Kepercayaan (Kebatinan, Krohanian,Kejiwaan) dan Agama, (Yogyakarta:Kanisius), 14-15.
[3] Ibid., 19.
[4] Prof. Kamil Kartapradja, Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia, (Jakarta: CV Haji Masagung), 71.
[5] Ibid., 71.
[6] Rahmat Subagya, op.cit., 20.
[7] S.Mertodipuro, Aliran Kebatinan di Indonesia, (Mayapada), 13.
[8] Diakses oleh kelompok dari tanah-jawi.blogspot.com pada hari Senin, 25 Oktober 2010, pukul 15.00 WIB.
[9] Rahmat Subagya, op.cit., 24-25.
[10] Dr. H. Hadiwijno, Kebatinan dan Injil, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 63-64.
[11] Rahmat Subagya, op.cit., 26.
[12] Prof. Kamil Kartapradja, op.cit., 182-183.
[13] Ibid., 205.
[14] Diakses oleh kelompok dari tanah-jawi.blogspot.com pada hari Senin, 25 Oktober 2010, pukul 15.00 WIB.
[15] Prof. Kamil Kartapradja, op.cit., 214.
[16] Ibid., 214-215.
[17] Rahmat Subagya, op.cit., 30.
[18] Ibid., 201.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar