Ilmu Pengetahuan
Modern dan Kekristenan (Pengaruh dari Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi Modern Terhadap Kehidupan dan Pemikiran Keagamaan pada Abad ke- 20)
Apa
yang terlintas dipikiran kita saat mendengar kata perkembangan? Apakah
perkembangan itu hanya sekedar perkembangan teknologi yang ditandai dengan
munculnya internet? Atau, apakah yang akan kita jawab ketika muncul pertanyaan
apa itu ilmu pengetahuan modern pada abad ke 19 hingga abad ke 20? Lalu
bagaimana hubungan modernisasi dengan agama? Pada pertengahan abad ke 19 hingga
abad ke 20 ditandai dengan semangat modernisme dan postmodernisme yang
menekankan pada ide tentang perkembangan. Agama kemudian diletakkan sebagai
sesuatu yang berkembang progresif dan disesuaikan dengan ilmu pengetahuan
modern serta di harapkan dapat merespon isu-isu yang diangkat oleh kultur
modern. Itulah sebabnya maka kajian mengenai doktrin-doktrin Kristen kemudian berubah
bentuk menjadi kajian psikologis pengalaman keagamaan, kajian sosiologis
lembaga-lembaga dan tradisi keagamaan, serta kajian filosofis tentang
pengetahuan dan nilai-nilai keagamaan.
Modernisasi
selalu merupakan masalah moral dan masalah keagamaan. Kadang modernisasi
disambut sebagai tantangan yang menggairahkan untuk menciptakan nilai-nilai dan
makna baru termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi yang baru. Namun kendati
demikian, modernisasi juga kerap kali ditakuti sebagai ancaman terhadap nilai dan
makna yang telah ada sebelumnya yang menciptakan situasi yang tidak memuaskan
yang harus ditaklukkan dan diatasi. Mengenai hal tersebut, baik kekuatan sosial
(pengaruh pandangan masyarakat) dan kekuatan personal (pandangan pribadi) yang
terlibat memiliki pengaruh.
Pengetahuan yang
berkembang pada saat itu tidak terlepas dari empirisisme, kritik historis
Alkitab, evolusi, psikologi, kajian filosofis, kajian sosiologis serta kajian
psikologis yang juga mempengaruhi aspek kehidupan beragama. Akibat dari perkembangan
pengetahuan tersebut, ada beberapa pihak yang menjadi semakin kritis dan
mempertanyakan bahkan mempertentangkan perkembangan itu dan juga
menghubungkannya dengan moralitas dari segi agama. Namun demikian ada juga
pihak yang mampu menerima dan memandang perkembangan pengetahuan itu sebagai
sesuatu yang membawa kebaikan bagi kehidupan mereka terlebih kehidupan
beragama. Oleh karena itu, dalam paper ini akan dibahas pengetahuan apa saja
yang berkembang pada abad ke 19 hingga abad ke 12? Siapa saja tokoh yang
berperan dalam perkembangan tersebut? Apa sumbagan pemikiran dari tiap-tiap
tokoh pada saat itu? Bagaimana gereja menanggapi perkembangan itu? Kelompok
berharap melalui paper ini, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dapat terjawab.
Empirisisme
Empirisisme adalah suatu usaha untuk
membuktikan segala sesuatu yang terjadi di dunia ini dengan melakukan
percobaan-percobaan tertentu agar diperoleh kebenaran yang sebenarnya. Dalam
bagian ini yang nyata itu ialah yang dapat dirasa, dilihat, disentuh, dan dicium.
Ada juga pemikiran yang menyatakan bahwa pengetahuan datang ke kita melalui
pengalaman. Diri kita diumpamakan sebagai tabularasa yang siap diisi melalui
pengalaman yang kita alami.
Kritik Historis
Alkitab:
Kritik historis Alkitab adalah
sesuatu debat tentang asal muasal Alkitab tehadap hipotesis yang telah ada
sebelumnya dengan mencoba mendalami lagi sejarah penulisan, tujuan ditulisnya,
bahasa yang digunakan, kapan penulisannya, dan kepada siapa ditujukannya
kitab-kitab itu. Dalam masa ini para ahli mencoba melihat lagi relefansi makna
dari tiap kitab. Alasannya karena fakta boleh saja sama, tetapi pemaknaan akan
berbeda karena dipengaruhi faktor-faktor lain.
Apa dampak
tafsir alkitab bagi sistem kepercayaan gereja?
Orang jadi
berpikir tentang kanonisasi, bagaimana kitab bisa disatukan,torah juga.
Orang jadi lebih
memahami maksud dari ayat2 yang terdapat dari kitab, pemaknaan berdasarkan
kultur.
Fundamentalistik
VS orang2 yang……
Tafsir
kritis untuk mnempatkan alkitab kita pada porsinya,
Fundamental mengklaim bahwa hanya Alkitab yang dapat dijadikan pedoman hidup di dunia.
Mempelajari Alkitab dengan metode tafsir yang berbeda=merusak iman Kristen.
Evolusi
Perkembangan
pengetahuan itu juga menyangkut biologi
dan juga pengetahuan yang berhubungan dengan jiwa manusia, yakni psikologi.
Dari sisi biologi, yang menjadi topik utama saat itu adalah masalah evolusi.
Evolusi adalah suatu perubahan sifat-sifat suatu populasi organisme yang terwariskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya dalam
proses dan jangka waktu yang lama, berbeda dengan revolusi yang merupakan suatu
perubahan yang cepat. Pemikiran tentang kehidupan
berevolusi mendapat banyak kritik dan menjadi tema yang kontroversial. Namun
demikian, kontroversi ini pada umumnya berkisar pada implikasi teori evolusi di
bidang filsafat, sosial, dan agama. Di dalam komunitas ilmuwan, terdapat fakta
bahwa organisme berevolusi telah diterima secara luas dan tidak mendapat
tantangan. Walaupun demikian, evolusi masih menjadi konsep yang diperdebatkan
oleh beberapa kelompok agama, karena ada beberapa kelompok agama yang berusaha
menghubungkan ajaran mereka dengan teori evolusi ini. Masyarakat pada
saat itu jadi mempermasalahkan masalah evolusi ini dengan masalah penciptaan.
Berdasarkan Kitab Suci, Allah menciptakan manusia dan alam semesta ini dalam
waktu 6 hari, tentu saja hal ini bertentangan dengan masalah evolusi itu.
Sementara teori evolusi yang berkembang pada saat itu memberikan pemahaman
bahwa dunia ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk berkembang. Selain itu,
munculnya dari teori Charles Darwin mengenai evolusi, ia menyatakan bahwa tidak
seorangpun tahu awal kehidupan manusia yang ada di dunia ini, riwayat,
asal-usul, sama sekali tidak jelas, karena ia mengharapkan bukti real. Nah,
dengan nyama-nyamain DNA, gen, struktur tubuh yang mirip, dan unsur-unsur
lainnya dari manusia yang juga terdapat pada monyet,simpanse,kingkong,dan
sebagainya membuat orang-orang berpikir dan malah ada yang semakin yakin bahwa
teori evolusi itu memang benar adanya dan Allah itu tidak real. Darwin, melalui penelitiannya yang meneliti dan membandingkan
DNA, struktur rangka, gen dan tingkah laku manusia yang hampir mirip dengan
seekor simpanse, menarik kesimpulan bahwa manusia itu sebenarnya berasal dari
keturunan simpanse.
Jadi pada saat
itu banyak orang yang menjadi kritis terhadap teologi dan bertanya-tanya,
bahkan meragukan Allah. Mereka malah berusaha mengukur dan melihat Allah itu
dari sisi pengetahuan saja tanpa menggunakan iman percaya mereka. Padahal, di
Alkitab ada tertulis: “ Karena iman kita mengerti, bahwa alam
semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang telah kita lihat,
telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat” (Ibrani 11:3). Artinya,
meski pemikiran manusia itu terbatas dan tidak semua hal dalam dunia ini dapat
kita pikirkan, namun dengan iman percaya kita dapat memahami betapa besar Allah
yang sudah menciptakan dunia ini dan bahwa dunia ini memang diciptakan oleh
Tuhan Allah.
Psikologi:
Psikologi
berhubungan dengan jiwa, karakter, dan watak manusia. Psikologi ini memberikan
pengaruh positif, karena memampukan seseorang itu dapat mengerti dan memahami
kejiwaan sesamanya, serta mampu menerima kekurangan serta kelebihan sesamanya
itu yang berbeda darinya melalui watak, karakter dan sifat sesamanya itu yang
berbeda darinya. Karena Tuhan memang menciptakan manusia itu berbeda-beda untuk
saling melengkapi.
Saat
pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan empirisisme, kritik historis
Alkitab, evolusi, dan psikologi itu semakin dipertanyakan dan dipermasalahkan
di tengah masyarakat, ada beberapa tokoh yang menjadi tergerak untuk memikirkan
dan membahasnya. Tokoh-tokoh yang berpengaruh pada saat itu adalah Immanuel Kant
dan Karl Marx dari aspek filosofis,
Friedrich Schleiermacher, Paul Tillich dan Karl Bart dari aspek praksis, serta
Sigmund Freud dan Carl Gustav Jung dari aspek psikologis.
Immanuel Kant (
22 April 1724-12 Februari 1804)
Pada abad ke-19
dan ke-20, seiring dengan mulai dan berkembang pesatnya industrialisasi,
terjadi apa yang disebut “proses sekulirasi filsafat”. Pemicunya adalah Revolusi Industri yang terjadi di Eropa pada
permulaan abad ke-19. Revolusi ini menyebabkan perubahan radikal pada gaya hidup
dan cara berpikir orang pada saat itu.
Salah satu tokoh filsafat, yakni filsuf
yang bernama Immanuel Kant. Kant adalah salah seorang filsuf yang paling
berpengaruh dalam sejarah filsafat modern. Filsafat Kant adalah filsafat
kritisisme, karena bagi Kant Kritisisme adalah filsafat yang memulai
perjalanannya dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan rasio dan
batasan-batasannya. Filsafat Kant tidak diawali dengan penyelidikan atas
benda-benda sebagai objek, melainkan menyelidiki struktur-struktur subjek yang
memungkinkannya mengetahui benda-benda sebagai objek.
Ajaran Kant tentang pengetahuan secara
prinsip terdapat dalam karyanya yang berjudul Kritik der reinen Vernunft (Kritik atas Budi, 1781). Karya ini
ditujukan untuk membuat sintesis antara Rasionalisme dan Empirisisme[1].
Dalam buku ini Kant mengutarakan adanya perbedaan hirarki dalam proses
pengetahuan menurut manusia yang kemudian dibaginya atas tiga tingkatan.
Tingkat pertama dan yang terendah dalam proses tersebut adalah tingkat
pemahaman indrawi, yakni data yang dilihat digabungkan dengan ruang dan waktu
akan menghasilkan suatu pengalaman. Data yang dilihat dan diperoleh tersebut
masuk melalui panca indra, sedangkan ruang dan waktu disini maksudnya adalah
struktur-struktur dalam diri subjek yang dipergunakan untuk menangani data-data
realitas yang masuk melalui pancaindra. Artinya menyerap dan mendata ruang dan
waktu melalui pancaindra merupakan suatu pengalaman. Pada tingkat ini, yang
terjadi adalah pengalaman, belum pengetahuan.
Tingkatkedua
adalah tingkat Akal budi yakni pengalaman yang ditambahkan dengan kategori[2]
(konsep-konsep fundamental atau pengertian pokok yang membantu manusia dalam
menyusun ilmu pengetahuan) akan menghasilkan suatu pengetahuan. Bersamaan
dengan pemahaman indrawi, akal budi bekerja secara spontan mengolah data yang
diberikan dari pengalaman. Dengan menggabungkan pengalaman dengan kategori maka
manusia memperoleh pengetahuan. Kategori yang mengatur data yang diperoleh dari
kesan indrawi untuk dijadikan pengetahuan.
Tingkat yang
ketiga adalah tingkat Budi dan Intelektual yakni kemampuan/daya pengetahuan
manusia yang tertinggi. Intelektual dipimpin oleh pandangan Jiwa, Dunia dan
pandangan Allah. Pandangan jiwa (psikologi) adalah gagasan mutlak yang
mendasari semua gejala batiniah, contohnya perasaan. Pandangan dunia
(kosmologi) menyatukan semua gejala lahiriah, misalnya pandangan indrawi.
Pandangan Allah (teologi) adalah gagasan yang mendasari segala gejala, baik
gejala lahiriah maupun batiniah.
Etika Kant
adalah suatu etika yang tidak didasarkan atas pengalam empiris, misalnya
perasaan enak-tidak enak, untung-rugi, cocok-tidak cocok. Ajaran Kant tentang
Allah adalah sebagai pemberi kebahagiaan sempurna bagi mereka yang berkehidupan
moral yang baik. Manusia yang bertindak baik demi kewajiban moral akan
memperoleh kebahagian sempurna. Kewajiban moral tersebut adalah menyangkut
perasaan enak-tidak enak, untung-rugi, dan cocok-tidak cocok.
Karl Marx
Marx merupakan seorang tokoh yang
mencentuskan paham sosialisme. Dalam pahamnya itu, ia menambahkan unsur ateisme
(tidak mempercayai Tuhan) dan materialisme (orientasinya hanya kapada materi).
Negara yang menggunakan pahamnya ialah Jerman, Prancis dan Belanda. Akibatnya
daripada ajarannya ini, banyak buruh yang menjadi terasing dari gereja.
Catatan dr pak Yusak:
Marxisme dan komunialisme mirip tapi
berbeda.
Pengembangan liberation theology.
Marx adalah seorang teolog, bukan
propagandais.
1.
Wawasan
filsafat yang berkaitan dgn teologina…
Filsaft dkt dgn
teol,
Marx dkt dgn
Hegel,dipengaruhi pikirannya.
Marx mengkritik
cr brpikir seorg penulis ttg kapitalisme.
Friedrich
Schleiermacher
Friedrich
Daniel Ernest Schleiermacher atau yang lebih dikenal dengan Friedrich
Schleiermacher, membuat eksposisi sistematis pertama mengenai pandangan bahwa
agama didasarkan kepada pengalaman dan perasaan yang khusus, bukan pada nalar.
Menurutnya, pada dasarnya agama berasal dari perasaan tentang ketergantungan
mutlak antara seorang dengan yang lain. Perasaan kebergantungan sama pada semua
agama serta tujuan agama pada akhirnya adalah membawa manusia pada hubungan
yang harmonis dengan Allah. Schleiermacher percaya bahwa pengalaman yang sejati
dengan Allah ditandai dengan munculnya perasaan “kehangatan kasih,” spontanitas
dan keterlibatan pribadi secara penuh. Maksudnya adalah, pengalaman agamaniah
itu hanya dapat dialami jikalau manusia mempraktekkan kasih secara tulus
terhadap sesamanya. Pada saat manusia benar-benar mengasihi sesamanya, ia akan
merasa bahagia. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa menurutnya agama itu
harus dipahami bukan sebagai filsafat yang belum matang ataupun sebagai etika
primitive, melainkan sebagai sebuah realitas dari sudut kebenarannya sendiri.
Menurutnya agama itu tidak hanya didasarkan pada pengetahuan, tetapi pada
perbuatan.
Paul Tillich (20
Agustus 1886 – 22 Oktober 1965)
Paul Tillich adalah seorang teolog
Jerman-Amerika dan seorang filsuf eksistensialis Kristen[3].
Tillich adalah salah satu teolog Protestan yang paling berpengaruh pada abad
ke-20. Pendekatan Tillich terhadap teologi Protestan sangat sistematik. Ia
berusaha menghubungkan kebudayaan dan iman dengan begitu rupa sehingga iman
tidak perlu ditolak oleh kebudayaan kontemporer dan kebudayaan tidak perlu
ditolak oleh iman.
Tillich
adalah orang yang kritis, ia pernah mengecam pemerintahan Nazi. Hal ini
mengakibatkan ia dipecat dari jabatannya pada tahun 1933.
Tillich
terkenal dengan Teologi Apologetis dan Metode Korelasinya. Teologi Apologetis
menjawab pertanyaan yang timbul pada masa kini dalam kekuatan kebenaran kekal.
Teologi Apologetis mencari metode yang menghubungkan berita kekal dengan
situasi kontemporer. Metode Korelasi adalah suatu cara untuk menyesuaikan
berita Kristen terhadap pikiran modern tanpa kehilangan sifat khasnya.
Alienasi=manusia
tidak lagi merasa aman dalam keluarga, terasing, semkain dewasa semakin merasa
otonom dan terasing.
Bisa
terjadi antar manusia dan manusia atau manusia dengan Allahàpengaruh
otonomi.
Untuk tidak
menjadi terasing, ciptakan komunitas baru dengan orang yang senasib. Orang kaya
juga bisa merasa terasing.
Karl Bart (10
Mei 1886–10 Desember 1968)
Karl Barth adalah seorang
teolog Kristen Hervormd yang berpengaruh. Ia juga seorang pendeta dan pemikir
terkemuka dalam gerakan neo-ortodoks. Barth mulanya belajar dalam tradisi
Liberalisme Protestan Jerman di bawah asuhan guru-guru seperti Wilhelm
Herrmann, namun ia bereaksi terhadap teologi ini pada masa Perang Dunia I.
Reaksinya didorong oleh sejumlah faktor, termasuk komitmennya terhadap gerakan
Sosialis Religius Jerman dan Swiss.
Bart
memperlihatkan dukungannya bagi pertobatan Jerman dan rekonsiliasi dengan
gereja-gereja di luar negeri. Oleh karena itu, Barth memainkan peranan besar
dalam penulisan Deklarasi atau Dalil Barmen (bahasa Jerman: Barmer Erklärung)
yang menolak pengaruh Naziisme terhadap Kekristenan Jerman dengan mengatakan
bahwa kesetiaan Gereja kepada Allah yang dikenal melalui Yesus Kristus harus
memberikan dorongan untuk melawan pengaruh dari 'tuhan-tuhan' yang lain seperti
misalnya Führer Jerman, yaitu Adolf Hitler. Hubungan Bart dengan Hitler
sedikit kurang baik. Bart pernah dipaksa mengundurkan diri dari kedudukannya
sebagai profesor di Universitas Bonn karena menolak mengucapkan sumpah setia
kepada Hitler dan akhirnya ia kembali ke tanah airnya, Swiss dan di sana ia
menerima jabatan sebagai profesor dalam bidang Teologi Sistematik di
Universitas Basel.
Bart
memusatkan perhatiannya kepada Alkitab dan ia memakainya sebagai dasar
pemberitaan. Baginya Alkitab mempunyai otoritas yang menentukan bagi seorang
teolog. Seorang teolog harus tunduk dibawah otoritas Alkitab, bukan sebaliknya.
Teologi Karl Bart mengungkapkan bagaimana manusia terus-menerus berusaha
menguasai Tuhan Allah demi kepentingan diri sendiri. Namun segala usaha itu
akan diadili, dihukum dan datang kepada krisis. Kata krisis berulang-ulang
digunakannya dalam pandangan-pandangannya sehingga teologinya disebut teologi
krisis namun kadang disebut juga dengan teologi dialektis. Hal ini dikarenakan
menurut Bart kita hanya dapat berbicara tentang Tuhan Allah secara dialektis.
Artinya, dengan mengatakan dua hal yang kelihatan bertentangan, tetapi satu
sama lain tidak bisa dipisahkan. Selain itu, Karl Bart juga memberi sumbangsih
pemahaman kristologi (ilmu teologi yang menekankan Yesus Kristus sebagai anak
Allah). Dalam hal ini, ia menjadikan Kristus menjadi tema utama dalam
penguraian teologinya.
Sigmund Freud
Sumbangsih Freud dalam bidang teori
psikologi begitu luas daya jangkauannya sehingga tidak gampang menyingkatnya.
Namun kelompok berusaha untuk menyajikannya dengan singkat namun tepat. Sigmund
Freud adalah seorang pencipta profesi psikoanalisis. Freud mengembangkan teknik
psikoanalisa sebagai suatu metode penyembuhan penyakit kejiwaan, dan dia
merumuskan teori tentang struktur pribadi manusia dan dia juga mengembangkan
atau mempopulerkan teori psikologi yang bersangkutan dengan rasa cemas,
mekanisme mempertahankan diri, rasa tertekan, dan banyak lagi. Teorinya tentang
psikoanalisisnya berpengaruh kuat terhadap psikologis, sosiologi, ilmu politik
dan antropologi. Kontribusi utama Freud adalah pengenalannya tentang
ketidaksadaran, pengaruh kekuatan psikologis di balik kontrol rasional kita dan
peranan seksualitas dalam perkembangan psikologis individu dari masa anak-anak.
Pemikiran Freud berada pada level
individu. Freud melihat pengalaman masa kanak-kanak membentuk perilaku di masa
dewasa dan ketidaksadaran menjelaskan perilaku manusia. Ia adalah tokoh pertama
yang meneliti tentang kehidupan jiwa manusia yang memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni yang
lebih kita kenal dengan sadar
(Conscious), pra
sadar (Preconscious), dan tidak sadar (Unconscious).
- sadar adalah apa yang anda sadari pada saat tertentu,
penginderaan langsung, ingatan, persepsi, pemikiran, fantasy, perasaan yang
anda miliki.
- alam pra sadar, yaitu apa
yang kita sebut dengan saat ini dengan ‘kenangan yang sudah tersedia’ (available
memory), yaitu segala sesuatu yang dengan mudah dapat di panggil ke alam
sadar, kenangan-kenangan yang walaupun tidak anda ingat waktu berpikir, tapi
dapat mudah dengan mudah dipanggil lagi.
- alam bawah sadar (Unconscious mind) mencakup
segala sesuatu yang sangat sulit dibawa ke alam bawah sadar, seperti nafsu dan
insting kita serta segala sesuatu yang masuk ke situ karena kita tidak mampu
menjangkaunya, seperti kenangan atau emosi-emosi yang terkait dengan trauma. Dia
menekankan arti penting yang besar mengenai proses bawah sadar sikap manusia.
Dia tunjukkan betapa proses itu mempengaruhi isi mimpi dan menyebabkan
omongan-omongan yang meleset atau salah sebut, lupa terhadap nama-nama dan juga
menyebabkan penderitaan atas perbuatan sendiri serta penyakit.
Karya
awalnya adalah mengenai tahap-tahap perkembangan psiko-seksual yang diterapkan
melalui agama dalam Totem dan Taboo dimana Oedipus complex, dengan perpaduannya dari ketergantungan, cinta,
dan permusuhan dilihat sebagai masalah pokok simbiolisme agama yang ia pandang
terutama sebagai proyeksi. Psikologi ego yang kemudian dikembangkan oleh
Freud adalah “Group Psycology and the Analysis of the Ego” dan “The Ego, The
Id, and The Superego”.
Das Es atau dalam bahasa
Inggris disebut juga the Id, merupakan aspek biologis dan sistem orisinil di
dalam kepribadian. Aspek inilah yang membuat kedua aspek lain ikut tumbuh,
yaitu ego dan super-ego. Id berisi semua aspek psikologis yang diturunkan,
seperti insting, impuls dan drive. Id berada dan beroperasi dalam daerah unconscious,
mewakili subyektifitas yang tidak pernah disadari sepanjang usia. Id beroperasi
berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu : berusaha
memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. pleasure principle diproses
dengan dua acara, tindak refleks (refllex actions) dan proses primer (primary
process).
Tindak refleks
adalah reaksi otomatis yang dibawa sejak lahir seperti mengejabkan mata-dipakai
untuk menangani kepuasan rangsang sederhana dan biasanya dapat segera
dilakukan. Proses primer adalah reaksi membayangkan/ mengkhayal sesuatu yang
dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan-dipakai untuk menangani stimulus
kompleks.Id hanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan khayalan
itu dengan kenyataan yang benar-benar memuaskan kebutuhan.
Das Ueber Ich(Jerman) atau dalam bahasa Inggris The Superego[4].Aspek
ini lebih mengutamakan kekuatan
moral dan etik dari kepribadian. The superego beroperasi memakai prinsip
idealistic (idealistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan
Id dan prinsip realistik dari ego. Superego berkembang
dari ego, dan seperti ego dia tidak mempunyai energi sendiri. Sama dengan ego,
superego beroperasi di tiga daerah kesadaran. Namun berbeda dengan ego, dia tidak mempunyai kontak
dengan dunia luar (sama dengan Id) sehingga kebutuhan kesempurnaan yang
dijangkaunya tidak realistik (Id tidak realistik dalam memperjuangkan
kenikmatan).
Superego pada
hakekatnya merupakan elemen yang mewakili nilai-nilai orang tua atau interpretasi
orang tua menangani standart sosial, yang diajarkan kepada anak melalui
berbagai larangan dan perintah. Apapun tingkah laku yang dilarang, dianggap
salah, dan dihukum oleh orang tua, akan diterima menjadi suara hati (conscience),
yang berisi apa saja yang tidak boleh dilakukan. Apapun yang disetujui,
dihadiahi dan dipuji orang tua akan diterima menjadi standar kesempurnaan atau
ego idea, yang berisi apa saja yang seharusnya dilakukan. Superego bersifat
nonrasional dalam menuntut kesempurnaan, menghukum dengan kesalahan ego, baik
yang telah dilakukan maupun baru dalam pikiran.
Paling tidak ada 3 fungsi dari superego yakni:
(1) mendorong ego menggantikan tujuan-tujuan realistik dengan tujuan-tujuan
moralistic, (2) memerintah impuls Id, terutama impuls seksual dan agresif yang
bertentangan dengan standart nilai masyarakat, dan (3) mengejar kesempurnaan).
Carl Gustav Jung
Carl Gustav Jung dilahirkan pada tanggal
26 Juli 1875 di Kesswil dan meninggal pada tanggal 6 Juni 1961 di Kusnacht,
Swiss.
Konsepsi analitis Jung lebih menekankan
tentang kepribadian yang menunjukkan usahanya untuk menginterprestasikan
tingkah laku manusia dari sudut agama, filsafat dan mistik. Teori Jung juga
dibedakan pada reori psikoanalisa Freud karena Jung juga lebih menekankan
tujuan tingkah laku (teleology), sedangkan Freud lebih menekankan faktor
kausalitas sebagai penentu tingkah laku.
Dalam menerangkan kepribadian, Jung juga
menggunakan teori libido, namun ia melihat libido sebgai energi yang mendasari
bermacam-macam proses mental seperti berpikir, merasa, berhasrat, mengindera
dan lainnya.
Keseluruhan kepribadian menurut Jung
terdiri dari tiga sistem yang saling berhubungan yaitu kesadaran,
ketidaksadaran pribadi dan ketidaksadaran kolektif. Sementara pusat dari kesadaran
itu adalah ego yang terdiri dari ingatan, pikiran dan perasaan. Jung juga
mengemukakan teori tipologi kepribadian. Jung berpendapat bahwa pada dasarnya
manusia di dunia ini terdiri dari dua aspek, yaitu berdasarkan fungsi dan
reaksi terhadap lingkungan.
Berdasarkan
fungsinya, manusia dapat dibagi menjadi 4 tipe, yaitu:
·
Kepribadian yang rasionil à terdapat pada orang-orang yang memperhitungkan tindakannya
dengan akal/rasio.
·
Kepribadian yang intuitif à kepribadian yang sangat dipengaruhi oleh firasat
semata
·
Kepribadian emosionil à menilai segala sesuatu hanya berdasar emosi
sesaat.
·
Kepribadian yang sensitive à cepat bereaksi terhadap rangsang yang
diterima oleh pancaindera.
Selanjutnya,
berdasarkan reaksi terhadap lingkungan kepribadian dapat dibagi ke dalam 3
tipe, yaitu:
·
Keribadian yang extrovert à kepribadian yang terbuka terhadap lingkungan
luar.
·
Kepribadian yang introvert à kepribadian yang tertutup, lebih banyak
berorientasi terhadap diri sendiri.
·
Kepribadian yang ambivert à kepribadian yang bukan merupakan extrovert dan
juga bukan introvert.
[1] Rasionalisme
menyatakan bahwa sumber pengetahuan adalah akal budi/ rasio saja dan pengalaman
hanya menegaskan apa yang telah ada dalam rasio dan Empirisme berpendapat
sebaliknya, sumber pengalaman hanyalah pengalaman indrawi sehingga hanya yang
bisa diindra saja yang bisa dijadikan pengetahuan. Semua hal yang tidak
bersifat indrawi hanya bisa diperkirakan atau diterima sebagai “kepercayaan”
saja, tetapi tidak bisa dipastikan.
[2] Kategori:
kuantitas (kesatuan-kejamakan-keutuhan), kulitas (realitas-negasi-pembatasan), relasi
(substansi dan aksidens-sebab dan akibat-interaksi), modalitas
(mungkin/mustahil-ada/tiada-keniscayaan dan kebetulan).
[3]
Eksistensialis maksudnya
adalah memanfaatkan penelitian dalam psikologi di dalam prosesnya.
[4]
Agus Sujanto, dkk, Psikologi Kepribadian,
(Jakarta: Aksara Baru, 1982), 61-62.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar