Selasa, 01 Mei 2012

FUNDAMENTALISME

FUNDAMENTALISME



Persoalan fundamentalisme sering terjadi dalam kekristenan. Kata fundamentalisme itu sendiri sering dikonotasikan negatif, bahkan cenderung dihindarkan pemakaiannya atau setidaknya sering diminimalkan penggunaannya dalam kalangan kekristenan di Indonesia. Oleh karena itu, persoalan fundamentalisme ini seing ditelusuri melalui problematika polarisasi ekumenikal-evangelikal yamg dianggap lebih mudah. Di Indonesia, persoalan fundamentalisme dinyatakan dengan adanya polarisaasi ekumenikal-evangelikal di kalangan gereja-gereja, padahal pada kenyataannya yang ada hanyalah persoalan persoalan fundamentalis dan non-fundamentalis. Kita dapat mengidentifikasikan ciri khas dari kecenderungan ( kelompok ) fundamentalis dengan mengenal tanda-tanda bahwa kelompok mulai bertumbuh subur di kalangan kkristenan Indonesia dan kemudian mengungkapkan bahaya fundamentalisme tersebut tersebut.
Dalam tulisan ini, Eka , pengarang buku mengajak kita untuk menolak fundamentalisme dengan alasan utamanya adalah bahwa fundamentalisme didasarkan pada kebiasaan  dan kecenderungan sikap mental dari kelompok fundamentalis. Sikap mental fundamentalis selalu menganggap diri sendiri sebagai pemegang kebenaran satu-satunya sementara yang berbeda dengan dirinya adalah sesat. Fundamentalisme juga mennanamklan militansi dan agresivitas terhadap kalangan warga jemaat dengan metode indoktrinasi yang tidak manusiawi dan tidak kristiani. Mereka membina jemaat jauh dari sikap sopan dan bertentangan dengan tata karma serta berbahaya.
Persoalan  “eukumenikal-evangelikal” berisi tentang bagaimana gereja yang kurang percaya harus menempatkan dirinya  di tengah dunia ini. Gereja haruslah menjadi gereja, bukan menjadi yang lain. Gereja memang ada di dalam dunia, tetapi tidak boleh menjadi serupa dengan dunia ini. Eukumenikal-evangelikal pada hakekatnya membahas tentang kegiatan gereja dan bagaimana gereja menempatkan dirinya dalam menjalin relasi dengan dunia, misalnya ketika gereja menjalin hubungannya dengan dunia melalui kebudayaan dimana kristen disadarkan akan perannya terhadap kebudayaan tersebut. Dapat kita lihat melalui kristen yang  dihadapkan pada kebudayaan, kristen dari dan diatas kebudayaan,  kristen dalam kebudayaan paradoks, Kristen sebagai transformotor kebudayaan.
Tidak ada gereja yang dapat menjadi besar dan kuat tanpa sedikit banyak melakukan akomodasi terhadap lingkungan sekitarnya. Gereja dapat berkembang dengan adanya akomodasi melalui komunikasi, artinya gereja berkomunikasi dan mengaktualisasikan injil. Namun demikian, gereja juga memiliki persoalan dalam proses adaptasi. Persoalannya adalah semakin ia berakomodasi dan beradaptasi, semakin ia berkembang menjadi lebih besar an kuat, semakin jauhlah ia dari hakekat aslinya yakni pengembangan misi yang murni. Gereja memiliki misi yang murni untuk membawa jemaat kearah yang lebih baik dan tidak terpengaruh dengan dunia sehingga menjdi sama dengan dunia ini. Paling tidak dapat membedakan hal yang baik dan yang buruk. Tindakan buruk dari fundamentalisme yang dianggap radikal dan agresif mempunyai sasaran untuk mengubah masyarakat sesuai dengan keyakinan mereka.
            Menurut James Barr, landasan utama fundamentalisme terbukti bukanlah alkitab, melainkan satu doktrin agamaniah tertentu, walaupun mereka mengatakan bahwa landasan mereka adalah alkitab. Mereka mengatakan bahwa tidak seluruh isi alkitab itu sentral dan penting.  Sehingga mereka membandingkan Alkitab dengan kedudukan dan peran Kristus. Hal ini disebabkan karena Alkitab-lah sumber pernyataan Allah yang accessible bagi manusia. Oleh karena itulah doktrin tentang infalibilitas dan ineransi Alkitab menjadi doktrin fundamentalisme yang terpenting mengenai Alkitab dan itulah sebabnya mereka menolak keras metode kritis mengenai Alkitab, sebab metode ini membahayakan metode asumsi mereka. Gerakan fundamentalitasme tidak memahami alkitab secara harfiah tapi infalibilitas dan ineransi Alkitab dengan menggunakan metode kritis Alkitab yang memecahkan persoalan  dengan amat sederhana, karena bagi mereka apa yang dikatakan di Alkitab tidaklah terlalu penting, yang terpenting adalah doktrin mereka tentang Alkitab. Harmonisasi menjadi bagian yang penting dalam penafsiran fundamentalisme terhadap Alkitab. James Barr juga menyatakan bahwa persoalan pokok dari pengklaiman masalah fundamentalisme tersebut adalah gereja-gereja arus utama yang dianggap menyeleweng , dimana terdapat kenyataan bahwa cara yang ditempuh oleh gereja dalam menghadapi persoalan justru malah menciptakan banyak persoalan.
Dalam hal ini, kita dan gereja seharusnya dapat menolak fundamentalisme dengan tegas melalui pembinaan yang lebih sistematis dan terarah bagi warga jemaat dengan merelevansikan bentuk-bentuk persekutuan, kesaksian, dan pelayanan sesuai dengan  kebutuhan warga jemaat dan sesuai dengan tuntutan zaman. Dengan kembali kepada tata gereja kita dan tidak mengikut pada fundamentalisme tersebut, berarti kita juga sudah menolak fundamentalisme tersebut secara tidak langsung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar