FUNDAMENTALISME
Persoalan
fundamentalisme sering terjadi dalam kekristenan. Kata fundamentalisme itu
sendiri sering dikonotasikan negatif, bahkan cenderung dihindarkan pemakaiannya
atau setidaknya sering diminimalkan penggunaannya dalam kalangan kekristenan di
Indonesia .
Oleh karena itu, persoalan fundamentalisme ini seing ditelusuri melalui
problematika polarisasi ekumenikal-evangelikal yamg dianggap lebih mudah. Di
Indonesia, persoalan fundamentalisme dinyatakan dengan adanya polarisaasi
ekumenikal-evangelikal di kalangan gereja-gereja, padahal pada kenyataannya
yang ada hanyalah persoalan persoalan fundamentalis dan non-fundamentalis. Kita
dapat mengidentifikasikan ciri khas dari kecenderungan ( kelompok )
fundamentalis dengan mengenal tanda-tanda bahwa kelompok mulai bertumbuh subur
di kalangan kkristenan Indonesia
dan kemudian mengungkapkan bahaya fundamentalisme tersebut tersebut.
Dalam tulisan
ini, Eka , pengarang buku mengajak kita untuk menolak fundamentalisme dengan
alasan utamanya adalah bahwa fundamentalisme didasarkan pada kebiasaan dan kecenderungan sikap mental dari kelompok
fundamentalis. Sikap mental fundamentalis selalu menganggap diri sendiri
sebagai pemegang kebenaran satu-satunya sementara yang berbeda dengan dirinya
adalah sesat. Fundamentalisme juga mennanamklan militansi dan agresivitas
terhadap kalangan warga jemaat dengan metode indoktrinasi yang tidak manusiawi
dan tidak kristiani. Mereka membina jemaat jauh dari sikap sopan dan
bertentangan dengan tata karma serta berbahaya.
Persoalan “eukumenikal-evangelikal” berisi tentang
bagaimana gereja yang kurang percaya harus menempatkan dirinya di tengah dunia ini. Gereja haruslah menjadi
gereja, bukan menjadi yang lain. Gereja memang ada di dalam dunia, tetapi tidak
boleh menjadi serupa dengan dunia ini. Eukumenikal-evangelikal pada hakekatnya
membahas tentang kegiatan gereja dan bagaimana gereja menempatkan dirinya dalam
menjalin relasi dengan dunia, misalnya ketika gereja menjalin hubungannya
dengan dunia melalui kebudayaan dimana kristen disadarkan akan perannya
terhadap kebudayaan tersebut. Dapat kita lihat melalui kristen yang dihadapkan pada kebudayaan, kristen dari dan
diatas kebudayaan, kristen dalam
kebudayaan paradoks, Kristen sebagai transformotor kebudayaan.
Tidak ada
gereja yang dapat menjadi besar dan kuat tanpa sedikit banyak melakukan
akomodasi terhadap lingkungan sekitarnya. Gereja dapat berkembang dengan adanya
akomodasi melalui komunikasi, artinya gereja berkomunikasi dan
mengaktualisasikan injil. Namun demikian, gereja juga memiliki persoalan dalam
proses adaptasi. Persoalannya adalah semakin ia berakomodasi dan beradaptasi,
semakin ia berkembang menjadi lebih besar an kuat, semakin jauhlah ia dari
hakekat aslinya yakni pengembangan misi yang murni. Gereja memiliki misi yang
murni untuk membawa jemaat kearah yang lebih baik dan tidak terpengaruh dengan
dunia sehingga menjdi sama dengan dunia ini. Paling tidak dapat membedakan hal
yang baik dan yang buruk. Tindakan buruk dari fundamentalisme yang dianggap
radikal dan agresif mempunyai sasaran untuk mengubah masyarakat sesuai dengan
keyakinan mereka.
Menurut
James Barr, landasan utama fundamentalisme terbukti bukanlah alkitab, melainkan
satu doktrin agamaniah tertentu, walaupun mereka mengatakan bahwa landasan
mereka adalah alkitab. Mereka mengatakan bahwa tidak seluruh isi alkitab itu sentral
dan penting. Sehingga mereka
membandingkan Alkitab dengan kedudukan dan peran Kristus. Hal ini disebabkan
karena Alkitab-lah sumber pernyataan Allah yang accessible bagi manusia. Oleh
karena itulah doktrin tentang infalibilitas dan ineransi Alkitab menjadi
doktrin fundamentalisme yang terpenting mengenai Alkitab dan itulah sebabnya
mereka menolak keras metode kritis mengenai Alkitab, sebab metode ini
membahayakan metode asumsi mereka. Gerakan fundamentalitasme tidak memahami
alkitab secara harfiah tapi infalibilitas dan ineransi Alkitab dengan
menggunakan metode kritis Alkitab yang memecahkan persoalan dengan amat sederhana, karena bagi mereka apa
yang dikatakan di Alkitab tidaklah terlalu penting, yang terpenting adalah
doktrin mereka tentang Alkitab. Harmonisasi menjadi bagian yang penting dalam
penafsiran fundamentalisme terhadap Alkitab. James Barr juga menyatakan bahwa
persoalan pokok dari pengklaiman masalah fundamentalisme tersebut adalah
gereja-gereja arus utama yang dianggap menyeleweng , dimana terdapat kenyataan
bahwa cara yang ditempuh oleh gereja dalam menghadapi persoalan justru malah
menciptakan banyak persoalan.
Dalam hal ini,
kita dan gereja seharusnya dapat menolak fundamentalisme dengan tegas melalui
pembinaan yang lebih sistematis dan terarah bagi warga jemaat dengan
merelevansikan bentuk-bentuk persekutuan, kesaksian, dan pelayanan sesuai
dengan kebutuhan warga jemaat dan sesuai
dengan tuntutan zaman. Dengan kembali kepada tata gereja kita dan tidak
mengikut pada fundamentalisme tersebut, berarti kita juga sudah menolak
fundamentalisme tersebut secara tidak langsung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar