“FILSAFAT PERSIA: ZOROASTRIANISME”
Pendahuluan
Agama merupakan sistem yang
mengatur tata keagamaan dan peribadatan kepada Tuhan serta kaidah yang
berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta manusia dan lingkungan.[1]
Agama-agama yang ada di dunia ini masih tetap bertahan hingga saat ini dan telah
berkembang secara pesat. Perkembangan itu diakibatkan karena penyebaran injil
yang tak henti-hentinya yang dilakukan oleh para pengikutnya. Agama yang akan
di bahas dalam paper ini adalah Agama Zoroaster yang terdapat di Persia. Agama
Zoroaster merupakan agama yang peradabannya telah berkembang sejak dulu kala. Ada
beberapa hal yang akan dibahas dalam paper ini mengenai Agama Zoroaster yaitu:
sejarah dan ajaran-ajaran utamanya:
dewa/dewi, ketuhanan, manusia dan cara-cara hidup yang baik.
Zoroastrianisme
adalah Agama Persia kuno yang mengajarkan bahwa segala yang ada terlibat dalam
perebutan yang tak henti-hentinya antara dewa kebaikan dan dewa kejahatan.[2] Zoroastrianisme berlandaskan pada ajaran Zarathusta.
Zarathusta sendiri adalah seorang nabi Persia yang di kenal di negara barat
sebagai Zoroaster. Kelahiran Zarathusta diperkirakan pada rentan waktu yang
cukup panjang antara tahun 1200 dan 600 SM. Dewasa ini pengkutnya berkisar
200.000 orang. Domisili terbanyak terdapat di daerah India dan Iran.[3]
- Filsafat Persia
Zoroaster
adalah seorang imam pengajar. Ajarannya diabadikan dalam 17 puji-pujian yang
disebut Gatnas[4].
Puji-pujian yang diabadikan tersebut,
tertulis dalam bentuk puisi-puisi yang hanya dimengerti oleh sebagian orang,
sehingga sulit untuk di terjemahkan. Penganut Zoroastrianisme beribadat kepada
Ahura Mazda di dalam “kuil api”. Kuil api sendiri artinya sebuah tempat dimana
api terus menyala sebagai lambang dewa.
Zoroastrianisme menekankan peran Ahura Mazda, sebagai pencipta yang baik
tanpa ada kejahatan di dalamnya. Dengan kata lain Zoroastrianisme mengajarkan kebaikan dan kejahatan
memiliki sumber-sumber yang berbeda. Di sini sang penciptaan Mazda menjadi pelindung atas kejahatan yang berusaha menghancur-kan. Teks yang paling penting dari agama
ini adalah dari Avesta.
Zoroastrianisme
merupakan ajaran yang sangat kuno, dalam masyarakat Irak. Ajaran ini disebut juga sebagai agama nasional Irak
selama berabad-abad sebelum terpinggirkan oleh agama Islam pada abad
ke-7.[5] Sebutan untuk pengikut ajaran ini
disebut juga dalam bahasa
Inggris, yakni Zoroaster, Zarathustrian atau Behdin, yang berarti pengikut Daena.
- Keberadaan, Perkembangan Zoroastrianisme
Zoroastrianisme
merupakan salah satu ajaran tertua yakni sekitar awal milenium pertama SM.
Sejarah Herodotus (akhir 440 SM) menjelaskan bahwa masyarakat Iran Greater mengenal Zoroaster pada periode awal zaman Achaemenid (648-330 SM), khususnya
yang berkaitan dengan peran orang Majus. Menurut
Herodotus, orang Majus adalah suku keenam dari median (sampai penyatuan
Kerajaan Persia di bawah pemerintahan
kaisar Cyrus Agung, di mana semua
Iran disebut sebagai "Mede" atau "Mada" oleh bangsa-bangsa
Dunia Kuno).
Walaupun tidak
dijelaskan Cyrus II adalah seorang Zoroaster, namun pengaruh ajaran
Zoroastrianisme kemudian yang memungkinkan Koresy membebas-kan orang-orang
Yahudi dari penawanan dan memungkinkan untuk kembali ke Yudea, ketika
kaisar Cyrus agung mengalahkan Babel pada tahun
539 SM.
Kemudian zaman
kaisar. Menurut prasasti Behistum, Darius adalah pemuja Ahura Mazda. Setelah Darius I, dalam prasasti
Achaemenid, kaisar Akhemenid mengakui
pengabdiannya kepada Ahura Mazda, yang kemudian dikenal dalam sejumlah teks
Zoroaster Avesta.
Kemudian pada pemerintahan Siculus, Raja sekitar tahun 60 SM muncul untuk mendukung
Zoroaster.[6]
- Ajaran-ajaran
Dewa-dewa
Dewa yang baik dalam agama ini
dapat disebut Ahura Mazda, dewa kebijaksanaan. Ahura Mazda adalah dewa
tertinggi yang menjadi simbol. Nama Ahura Mazda berarti “Dewa Tertinggi” atau
”Dewa Kebijaksanaan” dan ia juga sebagai pencipta, dewa kebaikan, yang semua
orang menyembah kepadanya.
Hal itu dapat dikatakan, bahwa Zoroaster
menyangkal/meniadakan perwujudan dari berbagai dewa dan iblis. Pemeluk agama
ini tidak begitu percaya akan Ahura Mazda memerintah segalanya, sehingga mereka
juga mengakui bahwa kekuatan iblis berasal dari Dewa Angra Mainyu/ Ahriman. Hal
inilah yang dipercayai pemeluk agama ini yaitu ada dua kekuatan yang menguasai
dunia ini, yaitu kebaikan di bawah Ahura Mazda dan kejahatan di bawah Angra
Mainyu. Jika menggunakan
pengetian seperti di atas maka pandangan seperti ini dapat dikatakan sebagai
Dualisme.
Para
peneliti dan pengikut sependapat, Zoroastrianisme dibandingkan dengan Kekristenan, dimana
dengan adanya sebuah Doktrin Trinity dan meyakini adanya kekuatan jahat, dapat
disamakan sebagai monotheisme.
Pengikut Zoroaster percaya
juga pada 6 kekuatan roh, yaitu sesuatu yang bukan Tuhan dan juga tidak tepat
jika dikatakan makhluk. 6 Roh tersebut adalah, sbb:[7]
1. Vohu Mada yaitu roh yang memiliki jiwa
berbudi dan mati di surga. Kadang-kadang dia disebut pikiran yang baik atau
penglihatan yang baik, dan dia akan
memberikan dua macam kebijaksanaan pada siapa yang memperhatikannya. Vohu Mada
mengharuskan Umat Zoroaster mengorbankan binatang untuknya, sekarang umat mempersembahkan susu dan mentega
dalam ritual.
2. Kshathra yaitu roh yang mahamulia dan
pejuang kerajaan yang membela orang miskin. Dia kadang-kadang disebut KebaikanDominion
Ahura Mazda.
3. Asha Vahista yaitu dewa pembela
perintah-perintah dunia dan memerangi iblis. Dia adalah roh kebenaran dan
keadilan, yang memilki tujuan untuk memerangi kebohogan.
4. Armati yaitu penyokong kebijaksanaan di
bumi, merupakan roh wanita dari devosi yang kudus dan pemikiran yang benar
5. Haurvatat yaitu roh yang membawa
kemakmuran, kemurnian dan kesehatan. Ia
juga dalam komando air dan ia menggambarkan air dalam upacara Yana.
6. Ameretat yaitu roh yang memberikan
kehidupan yang kekal, atau setidak-tidaknya umur yang panjang, atau petunjuk
agar memiliki umur yang panjang untuk kehidupan yang kekal. Dia menggambarkan
Haoma dalam upacara Yasna. Ameretat dan Haurvatat hamper selalu berpasangan.
7. Roh Kudus
Spenta Mainyu, Roh Kudus dewa, merupakan sebuah konsep yang bertalian.
Dia tidak dianggap satu dari Amesha Spentas, karena sifatnya hampir serupa
dengan Ahura Mazda dan dia memiliki tujuan yang sama dengannya. Spenta Aminyu
tidak memiliki kehidupan yang berbeda dari Ahura Mazda, tetapi mengalami penambahan roh, karena kehadirannya
menolong pendistribusian seluruh ciptaan dari Ahura Mazda. Dia juga menolong
menyempurnakan realisasi diri ilahi Ahura Mazda.[8]
- Penciptaan Alam Semesta dan Manusia
Orang kuno iran
mempercayai, bahwa langit adalah bagian pertama dari penciptaan dunia.
Digambarkan bahwa bumi terbuat dari lingkaran pelindung dari batu kristal,
kemudian berubah lagi menjadi besi. Penciptaan berikutnya adalah air, setelah
bumi. Lalu muncul lagi tumbuhan dan hewan. Manusia diciptakan pada hari ke-6,
dan api diciptakan terakhir kali.
Gunung dipercayai oleh mereka tumbuh
dari permukaan bumi, yang awalnya bumi ini datar. Menurut kitab Avesta gunung
pertama kali dapat tercipta setelah 800 tahun berjalan. Air juga merupakan
salah satu hal terpenting dalam agama ini. Menurut kitab suci Avesta, air
dilambangkan sebagai pembawa kehidupan. Sungai yang terutama bernama sungai
Harahvaiti.
Selain itu juga ada juga tumbuhan. Mereka menyimbolkan sebagai pohon yang
timbul di tepi sungai atau aliran air. Pohon itu disimbolkan sebagai benih dari
kehidupan yang mendapat makanan dari aliran sungai tersebut. Ada juga hewan yang pertama kali diciptakan.
Hewan itu sejenis dengan sapi. Pusat dari keberadaan hewan ini terdapat di
sebelah timur sungai.
Manusia juga salah satu dari
proses penciptaan. Dalam kitab Yasht, digambarkan seseorang pria yang
berperawakan tinggi dan terang bagaikan matahari. Dewa Angra Mainyu membunuh
manusia pertama itu yang bernama Gayomartan. Dari peristiwa itu selama lebih
dari 40 tahun barulah muncul manusia baru, yang diperkirakan sebagai orang
pertama, yaitu Mashya dan Mashyanang.
- Filosofi Umat Zoroaster
Filosofi umat Zoroaster tersusun 2
bagian: etika dan eskatologi
a) Etika
Dalam Agama Zoroaster, hidup yang
ideal dapat disimpulkan secara sederhana dalam 3 cara hidup yang baik yaitu:
pikiran yang baik, perkataan yang baik, dan perbuatan yang baik.[9]
b) Akhir Zaman
Pada saat kematian, orang akan
berdiri dihadapan Sraoha (kepatuhan
terhadap Tuhan), Rashnu (keadilan), dan Mithra (kebenaran).[10]
Jika seseorang dapat membuktikan bahwa dia memiliki perbuatan baik yang lebih banyak daripada perbuatan yang
buruk, maka ia akan diselamatkan. Jika perbuatan yang baik seimbang dengan
perbuatan yang buruk, orang akan melanjutkan ke penghakiman yang terakhir di
sebut Hamestaken.[11]
Kesimpulan
Dalam perjalanannya, zoroastrianisme mengalami perkembangan dan tergeser
oleh keberadaan Agama Islam. Tergesernya agama ini dikarenakan oleh banyaknya
kesamaan dari kedua agama ini dan penyebaran agama juga menjadi kendala yang
terutama. Agama Zoroaster dengan dewa tertngginya adalah Ahura Mazda tetap ada
sampai saat ini. Mereka berada di Tehran , Iran ataupun di India .
Agama zoroaster sendiri merupakan agama yang mengajarkan tentang kebaikan
dan kepatuhan dalam menyembah dewa tertinggi. Memang dalam perjalanannya para
pemeluk tidak dapat terpisah oleh dua hal yang ada di dunia ini yaitu kejahatan
dan kebaikan. Sehingga yang dituntut dari para pemeluk adalah kepatuhan hati
untuk menyembah dewa Ahura Mazda, karena hanya dengan menyembah dewa ini maka
pemeluk akan memperoleh keselamatan.
Daftar Pustaka
Browne, A. M. Histoty of Zoroastrianisme. Leiden: Ej. Brill, 1996.
Curtis,
Vesta Sarkosh. Persian Myths. Austin: British Museum Press, 1998.
Keene,
Michael. Agama-Agama Dunia. Yogyakarta: Kanisisus, 2006.
Kellens, Jean. "Avesta", dalam Encyclopaedy Iranica Vol. 3. (New York: Routledge & Kegan Paul, 2005.
Morgan, Diane. The Best Guide to Eastern Philosophy and Religion, the United States of America : Renaissance Media, 2001.
[1] Michael
Keene, Agama-agama Dunia, (Yogyakarta:
Kanisius), hal.
[2] Ibid. hal.174
[3] Ibid.
[4] Ibid., hal. 174.
[6] Jean Kellens,
"Avesta", dalam Encyclopaedy Iranica Vol. 3, (New
York: Routledge & Kegan Paul, 2005) hal.35-44.
[7] Diane Morgan, the
Best Guide to Eastern Philosophy and Religion, (the United States of America : Renaissance Media, 2001), hal. 297-298.
[8] Ibid., hal. 298-299.
[9] Op.
cit, Diane Morgan, hal. 299.
[10]
Ibid, hal. 300.
[11] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar