Rabu, 23 Januari 2013

Spiritualitas


SPIRITUALITAS

            Agama tidak pernah terlepas dari spiritualitas, namun sering kali spiritualitas tersebut tersembunyi dibalik ajaran-ajaran dan aturan-aturan formal agama. Spiritualitas berasal dari bahasa Inggris “spirit” yang artinya roh. Spiritualitas pada hakekatnya adalah jiwa, roh, dan sumber dinamika dari sebuah agama[1]. Spiritualitas berkenaan dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan pengalaman hidup Kristiani, khususnya persepsi dan upaya mencapai gagasan atau tujuan tertinggi hidup Kristiani, yaitu suatu kesatuan yang lebih intensif dengan Allah yang dinyatakan di dalam Yesus Kristus melalui kehidupan dalam Roh. Spiritualitas Kristen mengarah pada damai sejahtera Allah di tengah pergumulan, pengharapan dan penderitaan dunia ini. Spiritualitas merupakan sikap hidup yang berbuahkan kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesukaan, kelemah-lembutan dan penguasaan diri.[2]
Spiritualitas Kristen memiliki keunikan dibandingkan spiritualitas pada umumnya, yakni mengungkapkan sikap hidup yang selalu berkarya, karena dengan berkarya itulah hidup kita dapat menghidupkan orang lain serta membawa kebaikan bagi semua orang. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk menajamkan spiritualitas Kristen adalah:

a. Berdoa
Menurut Alkitab dalam I Tesalonika 5 : 17 “Tetaplah berdoa”, menunjukkan betapa pentingya doa dalam kehidupan kristiani, sampai doa disebut sebagai nafas hidup orang percaya.
b. Saat teduh
Bersaat teduh identik dengan berkontemplasi (con-tample), yaitu sikap khusuk untuk menghadirkan diri dalam suasana ketenangan dan kedamaian. Kebiasaan bermeditasi dapat memberikan perasaan ketenangan, kedamaian dan kesabaran. Dalam mendapatkan pertumbuhan kerohanian dan iman kearah yang lebih baik perlu pendekatan diri secara pribadi kepada Tuhan, sehingga dalam pelaksanaan saat teduh akan diarahkan dengan bimbingan secara alkitabiah. Pelaksanaan saat teduh muncul atas teladan Yesus Kristus. Yesus juga berdoa sendirian di bukit atau gunung (Markus 6:46; Lukas 9:28).

c. Membaca Alkitab
Membaca Alkitab merupakan salah satu cara efektif untuk memelihara dan bahkan mengasah dimensi spiritual kita. Membaca Alkitab berarti kita memupuk perasaan kontak langsung dengan Allah, yang dapat menjadi modal kita untuk melakukan berbagai aktivitas tanpa rasa takut, tanpa rasa minder, dan sebagainya. Dalam membaca ataupun memahami kitab suci dapat dilakukan secara pribadi maupun bersama saudara seiman, seperti halnya melakukan PA, Bible Study, ataupun berdiskusi[3].
Menurut pemahaman saya, spiritualitas adalah suatu cara hidup berdasarkan suatu pandangan hidup, gaya hidup, dan upaya untuk hidup menurut Firman Allah (Injil), yang keluar dari hati berdasarkan pengaruh dari jiwa dan roh yang ada di tiap diri seseorang yang dapat membentuk moral dan etika seseorang. Spiritualitas Kristen bukan hanya menyangkut kegiatan bidang rohani saja tetapi lebih kepada perbuatan dan tindakan nyata yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kita dapat membangun spiritualitas mulai dari diri kita sendiri, yakni dengan:
-          membangun cita-cita untuk mempunyai hasrat yang tulus
-          mempunyai keinginan untuk senantiasa melakukan kehendak Allah (ketaatan total kepada Allah)
-          membangun hidup dalam roh dengan memberikan pelayanan tanpa pamrih terhadap Allah melalui sesame (kepedulian yang ekstensial kepada sesama)
-          menemukan Allah dalam kenyataan hidup melalui orang-orang disekitar kita dalam kehidupan kita sehari-hari[4].
Pembentukan spiritualitas menuntut suatu komitmen. Saya pribadi berkomitmen untuk lebih memperlihatkan spiritualitas tersebut melalui perbuatan nyata di kehidupan saya sehari-hari. Saya tidak ingin spiritualitas tersebut seperti batu yang mati dan tidak dapat bertumbuh dalam hidup saya atau hanya menjadi sebuah “pajangan” yang tergantung sebagai hiasan semata tanpa fungsi di dalam kehidupan saya, tapi saya ingin spiritualitas tersebut dapat juga menjadi “karya” yang hidup melalui perbuatan, baik terhadap Allah maupun sesama yang membuat hidup menjadi semakin indah, karena keindahan hidup tidak ditentukan oleh bagaimana kita bahagia, tetapi ditentukan oleh bagaimana Allah dan sesama menjadi bahagia karena perbuatan kita. Dengan demikian saya dapat menjadi pelayan Tuhan yang memiliki spiritualitas yang baik.




[1]  Pdt. Victor I.Tanja, Spiritualit,, Pluralitas dan Pembangunan di Indonesia, (Jakarta: 1994), hal.13.
[2]  Ibid. hal. 9.
[3]  Pdt. B. F. Drewes dan Pdt. Julianus Mojau, Apa itu Teologi?, (Jakarta: 2003), hal. 30.
[4]  Spiritualitas Baru: Agama dan Aspirasi Rakyat, (Yogyakarta: 1994), hal. 61.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar