KRITIK TEKS dan KRITIK
HISTORIS
Pendahuluan
Hermeneutika
merupakan kata yang tidak asing bagi mahasiswa teologi, mengapa kata
hermeneutika tidak asing bagi mahasiswa teologi? Karena hermeneutika merupakan
salah satu cabang disiplin ilmu yaitu Biblika. Di dalam bidang biblika ini yang
menjadi objek pekerjaan adalah Alkitab. Sebagai mahasiswa teologi, alkitab
tidak hanya kita baca, tetapi juga kita tafsir atau hermeneutika.
Hermeneutika
tidak hanya satu jenis, tetapi ada berbagai macam jenis hermeneutika. Pada hari
ini, kita akan membahas dua jenis hermeneutika, yakni kritik Teks dan kritik
sejarah, Kritik teks lebih condong mengkritisi teks tersebut, seperti kosakata,
gaya bahasa, dan konteks sastra pada masa itu. Sedangkan kritik sejarah lebih
condong mengkritisi sejarah nya, seperti sejarah penulisannya atau seberapa tua
kah umur teks tersesbut. Hal-hal ini nantinya akan di jabarkan oleh kelompok
secara lebih mendalam dan tanjam.
Kritik Teks
Ketika
mempelajari teks Alkitab, seringkali para penafsir menemukan adanya kata-kata
yang berbeda dari berbagai terjemahan bacaan Alkitab yang bervarian, padahal
sebenarnya untuk menjelaskan hal yang sama. Ini dapat diperhatikan ketika
seseorang membaca bagian yang sama dalam terjemahan yang berbeda. Varian dari
berbagai kata-kata itu dapat kita temukan dari berbagai macam bentuk terjemahan
Alkitab, seperti RSV (Revisi dari Alkitab *American Standard Version berbahasa
Inggris yang diterbitkan tahun 1952 di AS), NEB (terjemahan oleh ahli-ahli
Inggris pada tahun 1970), JB (The Jerusalem Bible), NIV (The New International
Version (NIV), dan NAB (The New American Bible). Misal salah satu penafsir
menerjemahkan ke dalam satu bahasa, jika terdapat salah satu kata yang perlu
mendapat keterangan lebih lanjut, biasanya si penafsir menambahkan yang ditandai oleh catatan kaki. Catatan kaki
ini menunjukkan bahwa bahan tambahan tersebut tidak muncul sebelumnya dalam
bahasa yang diterjemahkan olehnya, tetapi telah ditambahkan oleh si penerjemah
sendiri. Hal demikian mungkin dirasa sulit oleh penerjemah selanjutnya yang
harus bertanya: kata apa yang merupakan tambahan dari teks ini? Mana yang
merupakan bacaan yang asli? Oleh karena itu, mengetahui bagaimana bacaan
aslinya sangat penting bagi si penafsir.
Terdapat ribuan salinan dari tulisan-tulisan
Alkitab. Tentunya tulisan ini telah diawetkan dari zaman kuno. Pada awal abad
ketiga SM, Perjanjian Lama mulai diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani dan
kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa lain, termasuk Syria dan Latin. Begitu
juga dengan Perjanjian Baru, mulai diterjemahkan pertama ke Syria, kemudian ke
dalam bahasa Latin. Seringkali naskah terjemahan ini berbeda secara signifikan
dari satu sama lain. Maka dari itu, sekarang kita paham mengapa terdapat
variasi kata-kata dalam berbagai terjemahan, dari suatu bagian Alkitab dapat
terjadi. Bahwa tulisan-tulisan kuno tersebut mengalami penyalinan, pengawetan,
penerjemahan dan adanya pengutipan. Perbedaan yang ada antara terjemahan awal
dengan naskah aslinya , mungkin diakibatkan juga karena adanya tradisi-tradisi
tekstual yang berbeda atau versi yang berbeda. Penyalin cenderung menyelaraskan bacaan. Dan kritik
tekstual memperhitungkan hal-hal seperti
gaya, kosakata, dan konteks sastra.
Dengan
membiasakan diri dengan apa yang terjadi ketika teks-teks kuno yang disalin,
dan disebar, kritikus tekstual sebenarnya berfungsi mendeteksi jenis-jenis
perubahan yang terjadi. Mereka juga memberikan alasan mengapa perubahan
tersebut terjadi. Salah satu alasan penyebab perubahan teks misalnya
dikarenakan penyalin yang cenderung ekspansionis daripada reduksionis.
Variasi
teks yang berbeda juga sangat mungkin terjadi oleh karena ketidaksengajaan,
misalnya dalam proses penyalinan. Penyalin dapat saja salah mendengar atau
salah membaca teks. Selalu ada kemungkinan kesalahan itu dapat terjadi.
Perubahan dalam kalimat di teks Alkitab bisa juga terjadi karena unsur kesengajaan. Sangat mungkin jika seorang
penyalin merasa terdorong untuk memperbaiki ejaan atau tata bahasa dari naskah
yang disalin, terlepas apakah koreksi itu memang benar atau salah. Ini mungkin
dilakukan oleh si penyalin dengan maksud untuk hasil yang lebih koheren atau
yang lebih logis. Ahli-ahli Taurat juga mengubah teks-teks secara disengaja
untuk alasan teologis atau doctrinal. Jika teks yang disalin itu berisi
pernyataan yang kurang disetujui oleh mereka, kadang-kadang diubah atau
diperluas untuk dibawa ke posisi yang lebih ortodoks. Setidaknya terdapat delapan belas kasus di
mana mereka telah mengubah teks untuk alasan teologis. Kritikus sendiri
menemukan bahwa Ahli-ahli Taurat lebih cenderung melakukan penambahan kata pada
teks dibanding penghapusan.
Pertanyaan-pertanyaan
yang dapat muncul ketika si penafsir mendapatkan bacaan yang bervarian adalah:
(1) Bagaimana tradisi mempengaruhi teks tersebut, (2) Apakah tradisi itu nyata
ataukah hanya merupakan pemaknaan. Pertanyaan tersebut dapat dilalui dengan
cara melihat kronologi teks. Maka dari itu kritik teks menuntut wawasan yang
kreatif dalam banyak hal. Secara ringkas kritik teks memiliki dua tujuan,
yaitu: (a) untuk menentukan proses dimana teks telah mengalami perubahan dalam
berbagai bentuk varian (b) untuk
menentukan bentuk terbaik dari kata-kata teks yang nantinya pembaca dapat lebih
memahaminya.
Kritik
Historis
Kritik
historis atau kritik sejarah dari sebuah dokumen didasarkan pada sebuah asumsi
bahwa sebuah teks historis paling tidak memiliki dua alasan berhubungan dengan
sejarah sebagaimana memiliki sejarahnya sendiri. Untuk alasan ini, kita dapat
membedakan antara sejarah di dalam
teks dan sejarah dari teks. Pernyataan
pada zaman dahulu mengambil kepada teks narasi itu sendiri atau menceritakan
kembali tentang sejarah, apakah orang, kejadian-kejadian, kondisi sosial, atau
pemikiran utama di dalam cerita. Di dalam pemahaman ini, sebuah teks mungkin
membantu sebagai sebuah jendela yang menembus, kita dapat mengintip ke dalam
sebuah periode sejarah. Dari sebuah pembacaan kritik, apakah sebuah teks
berkata kita dapat membuat konklusi tentang politik, sosial, atau kondisi agama
pada periode itu.
Pernyataan
selanjutnya mengambil sesuatu yang berbeda, oleh karena itu pernyataan kedua
ini tidak menekankan dengan apa yang teks itu sendiri katakan atau
gambarkan-yang cerita itu katakan- tetapi dengan cerita teks atau seorang
penulis menyebutnya dengan laju teks- sejarah milik teks itu sendiri:
bagaimana, mengapa, kapan, dimana, dan di dalam keadaan seperti apa teks itu
disusun; oleh siapa dan untuk siapa teks itu ditulis, disusun, diedit,
diproduksi, dan dipelihara; mengapa mengapa teks itu diproduksi dan macam-macam
pengaruh yang mempengaruhi keasliannya, pembentukan, perkembangan, pemeliharaan,
dan pemindahan.
Kritik
historis kepada penulisan Alkitab berdasarkan asumsi yang serupa digunakan di
dalam mengerjakan dengan teks kuno lainnya. Kritik alkitab ditekankan dengan kedua
situasi yang menggambarkan di dalam teks dan situasi yang diberikan ke dalam
teks. Pertama, dengan jelas dan lebih relevan ketika Alkitab ditekankan langsung
dengan keadaan sejarah, seperti Kejadian,
kemudian 2 Raja-Raja, 1 dan 2 Chronicles, Ezra, Nehemiah, Injil, dan Kisah Para
Rasul. Kemudian kitab-kitab yang non-sejarah seperti, Amsal dan Mazmur, situasi
kebudayaan dan kondisi digambarkan di dalam teks. Bagi semua materi Alkitab,
sejarah dan kondisi kebudayaan merupakan sudut pandang yang menarik dan
bertujuan membuat mengerti.
Dua
aspek dari kritik sejarah atau kritik historis digunakan di dalam gaya
penulisan alkitab oleh Yahudi Kuno dan sudut pandang Kristiani. penafsir Yahudi
mencoba menandai macam-macam fakta penulis kitab Perjanjian Lama dan mendebatkan
isu seperti mencari tanggal kematian Musa di dalam kitab Ulangan 34. Penafsir
Kristen, Julius Africanus, menghasilkan sebuah sejarah dunia dan ensiklopedia
dan menganalisa beberapa teks Alkitab dengan hormat dan dapat dipercaya.
Penafsir Pagan, Celsus (abad kedua A.D) dan Porphyry (303) menulis bebebrapa
jilid yang mana mereka menunjukan kedua dimensi sejarah. Mereka tidak hanya
meragukan apa yang telah dilaporkan di beberapa bukti-bukti teks tetapi juga
meragukan apa yang diajarkan tentang beberapa teks.
Sejak
perkembangan kesadaran historis modern dan metode-metodenya, aspek-aspek
historis dari materi-materi dalam Alkitab mendapat perhatian penting dalam
penafsiran dan menjadi sesuatu yang tidak dapat diabaikan. Untuk itu, kita
harus menjawab: bagaimana tafsiran
menggunakan dan megambil keuntungan dari kritik-kritik historis? Apa saja peralatan yang digunakan untuk
memfasilitasi usaha ini?
Pertama-tama
kita harus menyepakati mengenai sejarah dalam teks atau situasi yang
digambarkan oleh teks. Akan tetapi, ada sumber lain yang seringkali dapat
menghapus situasi yang tergambar di dalam teks itu sendiri ialah literatur
perbandingan yang non-biblikal. Tulisan-tulisan zaman purbakala lainnya dapat
merefleksikan pandangan yang sama, berasal dari kira-kira periode yang sama,
mendiskusikan topik yang sama, atau menyajikan latar belakang informasi yang
bernilai. Pentingnya referensi-referensi parallel ini telah diakui selama
berabad-abad, tetapi mereka baru diterima sebagai sebuah keunggulan yang besar sejak
awal abad ke-20, sering oleh ketetarikan para sarjana dalam mempelajari sejarah
tradisi keagamaan kuno antara Yudaism dan Kekristenan awal. “Sejarah keagamaan”
ini membongkar dan mengumpulkan berbagai materi dari dunia kuno yang telah
membuka dan memberikan masukan yang baru pada penulisan Alkitab. Seperti
contoh, dengan membaca Kisah Penciptaan dalam Kejadian 1-3, di samping Kisah
Penciptaan lain dari dunia barat kuno, kita dapat mencatat persamaan sekaligus
juga perbedaan dari keduanya, dan mengerti teks Alkitab dengan lebih baik.
Penemuan arkeologis telah menggali ratusan surat dan dokumen-dokumen biasa dari
kehidupan sehari-hari lainnya, khususnya dari periode Hellenis-Romawi.
Perbandingan dari hal ini dengan kitab-kitab Perjanjian Baru telah memberikan
kontribusi yang sangat besar terhadap pemahaman kitab mengenai bentuk dan isi
kitab.
Pengetahuan historis dalam dua abad
terkahir telah dengan sangat mempengaruhi setiap aspek dari pemahaman
alkitabiah kita. Tidak hanya pemahaman kita tentang bagian khusus yang
bertambah, tetapi juga pengetahuan kita mengenai sejarah dan bahasa dari teks
alkitab itu sendiri. Hal ini menyadarkan kita bahwa penulisan Alkitab
merefleksian situasi historis dari mana mereka muncul. Mengakui dimensi
historis penulisan Alkitab ini berarti bahwa diakui sebagai ciri-ciri esensial
dari bentuk penafsiran teks Alkitab. Untuk alasan ini, banyak komentar
alkitabiah, khususnya yang diproduksi di abad-abad lalu, memberikan begitu
banyak referensi untuk teks-teks parallel dan masukan-masukan untuk mempelajari
dokumen-dokumen dalam menginterpretasikan teks itu sendiri.
Dimensi historis kedua, tafsiran
harus mengeksplorasikan sejarah “dari” teks, atau situasi di mana teks itu
muncul-situasi dari penulis dan yang terlibat. Banyak diketahui sekarang bahwa
kebanyakan buku-buku Alkitab tidak disebutkan pengarangnya (anonymous).
Misalnya, tidak satu pun dari keempat Injil memuat referensi yang eksplisit tentang
siapa yang penulisnya, meskipun pada abad kedua dan ketiga, mereka ditentukan
sebagai Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes. Pada kenyataannya, banyak diakui
sekarang bahwa penulisan Alkitab seringkali diedit dari pada ditulis oleh
individu dan bahwa banyak orang dan kelompok berperan dalam proses pengeditan
ini, yang sering di beberapa pihak, diperpanjang melampaui sebuah periode dekade
atau bahkan hingga berabad-abad. Hal ini membutuhkan perubahan cara di mana
penafsir mengerti hubungan antara penulisan Alkitab dan kemurnian pengirim dan
penerima penulisan ini.
Salah satu ilustrasi terbaik untuk
hal ini dapat dilihat dalam Perjanjian Lama yaitu Kitab Daniel, di mana
peristiwa yang tergambar dalam teks terjadi dari abad keenam sampai abad kedua
s.M, namun buku itu dikarang pada pertengahan abad kedua s.M. Untuk itu, untuk
mengerti bagian dari Kitab Daniel, penafsiran butuh menjadi familiar dengan
keduanya, abad keenam, periode dimana peristiwa itu digambarkan, dan abad
kedua, periode penahbisan kitab tersebut. Sama halnya juga dengan menafsirkan
Injil. Sangat penting untuk mengetahui tentang perkembangan historis dalam
keyahudian dan kekristenan dalam paruh akhir abad pertama masehi, waktu
penulisan, dan seperti tiga puluh tahun pertama di abad pertama, waktu
pelayanan Yesus. Ambil contoh, untuk mengerti pertentangan antara Yesus dan
golongan Farisi dalam Matius 23, sama pentingnya untuk mengetahui sejarah
hubungan Yahudi-Kristen setelah 70 tahun M,dan sejarah golongan Farisi dalam
pelayanan Yesus.
Kesimpulan
Kesimpulan
yang kelompok tarik dari pembahasan kritik teks dan kritik sejarah adalah
ketika dokter sedang melaksanakan operasi, sang dokter membutuhka sebuah pisau
bedah agar operasi tersebut dapat berjalan.
Hal itu sama dengan yang dilakukan
dengan seorang penafsir. Secara tidak langsung sang penafsir adalah seorang
dokter yang ahli bedah. Hermeneutika (kritik teks dan kritik sejarah) adalah
pisau bedah. Jadi, sang penafsir adalah seorang ahli bedah yang menggunakan
kritik teks dan kritik sejarah untuk membedah Alkitab secara tajam. Kritik teks
dan kritik sejarah adalah alat paling utama untuk membedah Alkitab.
bagus dan cepat mengerti
BalasHapusBahasa yg mudah dipahami. God bless bro. Salam dari Papua @yaminusyikwa
BalasHapusDapat dimengerti dengan baik. Terima kasih God Bless😇
BalasHapus