Rabu, 23 Januari 2013

“Mengilas Balik untuk Terus Melangkah ke Depan”



“Mengilas Balik untuk Terus Melangkah ke Depan”[1]
Pendahuluan
Masa tua yang terjadi pada setiap orang memiliki berbagai macam penyambutan. Ada individu yang memang sudah mempersiapkan segalanya bagi hidupnya di masa tua, namun ada juga individu yang merasa terbebani atau merasa cemas ketika mereka beranjak tua. Mereka takut ditinggalkan oleh keluarga, takut merasa disisihkan dan takut akan rasa kesepian yang akan datang. Oleh karena itu, keberadaan lingkungan keluarga dan sosial yang menerima lanjut usia  akan memberikan kontribusi positif bagi perkembangan sosio-emosional mereka, namun apabila lingkungan keluarga dan sosial menolaknya atau tidak memberikan ruang hidup atau ruang interaksi bagi mereka, maka akan memberikan dampak yang negatif bagi kelangsungan hidup para lanjut usia.
Secara umum, ada dua sikap yang muncul pada lanjut usia dalam meniti kehidupannya.[2] Pertama, sikap menerima dengan wajar melalui kesadaran yang mendalam. Kedua, menolak datangnya masa tua. Kelompok ini tidak mau menerima realitas yang ada. Hal ini juga erat hubungannya dengan bagaimana seseorang dalam usia yang sangat matang memandang dan memaknai kehidupan dalam masa pensiunnya. Melalui paper ini, kelompok berusaha memaparkan masa pensiun di usia lanjut dan ritus pensiun, dalam hal ini ritus emeritasi pendeta yang dipraktikkan oleh Gereja Kristen Indonesia (GKI).
Usia Lanjut sebagai Usia Agung
Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan manusia di dunia. Tahap ini dimulai dari usia 60-an tahun sampai akhir kehidupan. Usia lanjut merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua, dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Pada masa ini sedikit demi sedikit seseorang akan mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial, sehingga cenderung tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari sebagaimana biasanyaNamun di sisi lain, usia lanjut merupakan usia agung yang penuh keemasan karena dianggap usia yang penuh pengalaman. Menurut Hurlock terdapat beberapa ciri-ciri orang lanjut usia, yaitu :[3]
1.      Usia lanjut merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan psikologis. Dalam upaya mencegah terjadinya kemunduran yang lebih cepat, dibutuhkanlah motivasi dari orang-orang yang ada di sekitarnya.
2.      Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas
Lansia memiliki status kelompok minoritas karena akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan diperkuat oleh pendapat-pendapat klise yang jelek terhadap mereka. Pendapat-pendapat klise itu seperti : lansia lebih senang mempertahankan pendapatnya daripada mendengarkan pendapat orang lain, lansia mulai melemah sehingga tidak ada lagi kesempatan kerja yang terbuka bagi mereka.
3.      Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.
Selain ketiga hal di atas, kesepian merupakan masalah umum yang dihadapi oleh lanjut usia.
            Manusia yang sudah mencapai lanjut usia mempunyai beberapa kebutuhan, di antaranya: pendidikan secara holistik; dorongan untuk melampaui rasa kehilangan yang dapat membuat hidup mereka lebih bermakna lagi; serta pemahaman spiritualitas mereka tentang kekosongan dan kepasrahan. Orang lanjut usia biasanya sangat memerlukan kasih sayang dari lingkup kerabat maupun lingkungan keluarga terdekatnya.[4]
Pensiun
            Pensiun biasanya selalu menyangkut perubahan peran, perubahan keinginan dan nilai, dan perubahan secara keseluruhan terhadap pola hidup setiap individu. Untuk menunjukkan seberapa luas perubahan itu terjadi, sebuah ringkasan dibuat oleh Gordon sebagai berikut :[5]
Pensiun adalah…
… bukan memasang jam weker
… mengaktifkan kembali kartu perpustakaan Anda
… memulai karir kedua---apabila ada yang memerlukan Anda
… mengagumi seberapa jauh Anda dapat terus bertahan apabila terjadi inflasi
… meninggalkan pakaian resmi
… mengajak cucu ke tempat-tempat hiburan di akhir minggu
… kecewa mengapa kolega Anda tidak pernah menelpon Anda lagi
… menunggu tukang pos siapa tahu dia membawa kabar sukacita bagi Anda
… mengikuti kursus yang Anda ingini, sebagai pengganti kerja
… membaca buku sampai habis dengan sekali duduk
… berpergian dengan bis, nonton film, dan menginap di hotel
… berpergian di luar musim libur
… istirahat sebagai masa tua
… menghadiri setiap undangan dengan sukarela
… membaca seluruh isi surat kabar sampai habis
… mencari berita kematian di kolom dukacita dan merasa bahagia karena nama Anda tidak tercantum
… semakin mengenal para tetangga
… mencoba berbuat sesuatu yang terbaik dalam sisa hidupnya
… antisipasi yang diikuti dengan tiadanya lagi hak, hambatan, dan isntitusionalisasi atau sebaliknya, antisipasi yang diikuti dengan partisipasi, rekreasi dan kegembiraan yang meluap-luap.

Pensiun dapat saja berupa sukarela atau kewajiban yang terjadi secara reguler atau lebih awal. Beberapa pekerja menjalani masa pensiun secara sukarela, seringkali sebelum masa usia pensiun wajib. Hal ini mereka lakukan karena alasan kesehatan atau keinginan untuk menghabiskan sisa hidupnya dengan melakukan hal-hal yang lebih berarti bagi diri mereka daripada pekerjaannya. Bagi yang lain, pensiun dilakukan secara terpaksa atau disebut wajib pensiun karena organisasi atau perusahaan tempat seseorang dipekerjakan itu menetapkan usia tertentu sebagai batasan seseorang untuk pensiun, tanpa mempertimbangkan apakah mereka senang atau tidak. Bagi mereka yang cenderung menyukai sikap bekerja tetapi dipaksa keluar pada usia wajib pensiun (dalam hal ini usia lanjut) seringkali menunjukkan sikap tidak dapat menerima. Akibatnya motivasi mereka untuk melakukan penyesuaian diri yang baik pada masa pensiun sangat rendah, cenderung mengalami kemunduran fisik dan psikologis.[6]
            Kemunduran ini mungkin juga dapat memicu seseorang menderita Post-power syndrome, yakni gejala yang terjadi di mana penderita hidup dalam bayang-bayang kebesaran masa lalunya (karirnya, kecantikannya, ketampanannya, kecerdasannya, atau hal yang lain), dan seakan-akan tidak dapat memandang realita yang ada saat ini.[7] Seperti yang terjadi pada kebanyakan orang pada usia mendekati pensiun ataupun usia pensiun. Mereka cenderung selalu ingin mengungkapkan betapa begitu bangga akan masa lalunya yang dilaluinya dengan jerih payah yang luar biasa. Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya post-power syndrome. Pensiun dini dan PHK adalah salah satu dari faktor tersebut. Bila orang yang mendapatkan pensiun dini tidak bisa menerima keadaan bahwa tenaganya sudah tidak dipakai lagi, walaupun menurutnya dirinya masih bisa memberi kontribusi yang signifikan kepada perusahaan, post-power syndrom akan dengan mudah menyerang.
Peran Gereja terhadap Lanjut Usia (para pensiunan)  
            Menimbang bahwa pada masa usia lanjut, manusia mengalami kesepian, maka hal yang dapat dilakukan gereja sebagai suatu persekutuan adalah dengan memberikan ruang kepada para lanjut usia untuk menjalin tali persekutuan dengan jemaat dan Tuhan. Lanjut usia dapat diberikan tanggung jawab dalam bidang tertentu yang bisa membuat mereka tidak larut dalam kesepian, sekaligus menunjang berlangsungnya pelayanan dalam gereja. Namun demikian, seringkali gereja mengalami kesulitan melakukan hal itu, karena dalam diri mereka terdapat reaksi untuk menarik diri dari lingkungannya dan menyendiri penuh kenangan masa lampau.[8] Dalam hal inilah, gereja berusaha untuk menarik perhatian para usia lanjut  ke dalam persekutuan. Di dalam persekutuan, para lansia juga diberi ruang untuk memperdalam relasi dengan Tuhan. Menurut kelompok, salah satu peran gereja untuk mendorong para lansia (pensiunan pendeta) terus berkarya dan semangat menjalani masa tuanya adalah dengan memfasilitasi ritus emeritasi para pendeta. Untuk itu, kelompok  mengambil contoh  ritus emeritasi yang dilakukan dalam GKI, khususnya pada saat emeritasi Pdt Lazarus Hendro Purwanto. 
Emeritasi Pendeta dalam GKI
            Kata emeritus berasal dari kata Latin merere, yang berarti memperoleh upah (to earn), sehingga emeritus bermakna keadaan atau kedudukan yang diperoleh karena telah merampungkan (masa) tugas. Status emeritus diberikan kepada guru besar dan rohaniawan Kristen yang telah menyelesaikan masa bakti dan memasuki masa pensiun. Karena itu, status emeritus mengadung makna ganda, mengakhiri sekaligus meneruskan tugasnya.[9] Dalam Tata Gereja GKI, seseorang dikatakan emeritus dengan ketentuan: telah mencapai umur enam puluh tahun (60); karena sakit, cacat atau karena alasan yang dapat dipertanggungjawabkan tidak dapat melanjutkan pelayanan kependetaannya. Seorang pendeta emeritus tetap berjabatan pendeta karena jabatan pendeta berlaku seumur hidup, namun ia tidak lagi menjadi anggota Majelis Jemaat, Majelis Klasis, Majelis Sinode Wilayah, dan Majelis Sinode. Seorang pendeta emeritus diperkenanakan utuk bekerja di bidang lain sejauh pekerjaannya tidak bertentangan dengan iman Kristen dan ajaran GKI.[10]
Dalam ritus emeritasi pendeta, rangkaian acaranya terdiri dari:
  1. Ibadah Emeritasi
  2. Kata-kata Sambutan: dari Panitia Emeritasi; Badan Pekerja Majelis Sinode GKI; BPMK GKI Klasis Jakarta 1; Majelis Jemaat GKI Rawamangun; STT J; dll.
  3. Penyerahan Tanda Kasih
  4. Foto Bersama
  5. Ramah Tamah

Liturgi Emeritasi
 Pdt. Lazarus Hendro Purwanto
“Mengilas Balik untuk Terus Melangkah ke Depan”
I.                   Jemaat Berhimpun
Votum
Salam
Kata Pembuka       : memaknai bahwa meritasi dari seorang pendeta bukan titik akhir dari seluruh pelayanan dalam hidupnya, kebaktian emeritasi ini bertema “Mengilas Balik untuk Terus Melangkah ke Depan. “Karena itu, marilah mengecamkan bersama Firman Tuhan ini “tetapi syuku kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. Karena itu,saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan, jarih payamu tidak sia-sia” (1 Kor. 15:57-58)
Nyanyian Jemaat
II.                Pelayanan Firman
Doa Pelayanan Firman
Pembacaan Alkitab (Yosua 24: 1-5, 13-18, 25-28)
Khotbah “Mengilas Balik untuk Terus Melangkah ke Depan”
Saat Hening
Pengakuan Iman (Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel)
Nyanyian Jemaat
III.              Pelayanan Emeritasi Pendeta
Pengantar
PL              : Kita datang ke hadapan Bapa Yang Mahakasih dan Mahamurah, untuk mengemiritasikan seorang pendeta dalam gereja Tuhan.
Dalam kebaktian emeritasi ini, Pendeta Lazarus Hendro Purwanto, karena telah mencapai umur yang ditetapkan, yaitu 60 tahun, akan dinyatakan dan diberikan status sebagai pendeta emeritus GKI.
Pendeta Lazarus Hendro Purwanto telah tiga puluh tahun enam bulan menjadi pendeta GKI. Selama kurun waktu itu, bersama dengan umat dan pejabat gerajawi lainnya, oleh panggilan Allah dalam Kristus dan dengan kuasa Roh Kudus, Pendeta Lazarus Hendro Purwanto telah memimpin gereja  dalam menjalankan misinya di tengah dunia ini, sebagai peranserta gereja dalam misi Allah. Ia telah melaksanakan pembangunan Tubuh Kristus. Ia telah memberitakan Firman Allah serta melayankan sakramen-sakramen Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus. Ia telah menjadi gembala dan pengajar, berbagi suka dan duka Jemaat, menghiburkan yang susah, menguatkan yang lemah, membalut yang terluka, mencari yang terhilang dan yang tersesat, serta menolong yang sakit dan sekarat. Ia telah menjadi teladan dalam iman, yaitu dalam berjuang untuk perdamaian, keadilan dan keutuhan ciptaan, berjuang untuk keesaan gereja dan umat manusia, berjuang untuk menanti penggenapan perjanjian Allah.
Pada hari ini, ketika Pendeta Lazarus Hendro Purwanto dinyatakan dan diberi status sebagai Pendeta Emeritus GKI, ia akan dibebaskan dari semua jabatan dan fungsi strukturalnya di dalam Majelis Jemaaat, dan karena itu juga di dalam Majelis Klasis, Majelis Sinode, dan Majelis Sinode. Namun, tidak berarti ia akan berhenti sebagai pendeta,  karena jabatannya sebagai pendeta berlaku seumur hidup. Dan dengan demikian, kehormatannya sebagai seorang pendeta pun akan tetap diperhatikan.  Bahkan, sebagai pendeta emeritus, ia akan terus diberdayakan demi kehidupan dan pelayanan GKI, sesuai dengan kondisi dan kemampuannya, dan sesuai dengan kebutuhan yang ada pada Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah, dan Sinode.
Doa Syukur
Nyayian Jemaat
Pernyataan Emeritasi
(Pendeta yang akan diemeritasikan berdiri dan para pendeta lain berdiri mengelilinginya)
PL              : Saudara Pendeta Lazarus Hendro Purwanto, selaku hamba Tuhan Yesus                           Kristus, saya menyatakan dan memberikan status sebagai pendeta                                             emeritus GKI kepada Saudara, dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus.                           Amin.
Penyerahan Piagam Emeritasi
(Wakil Badan Pekerja Majelis Sinode membacakan Piagam Emeritasi lalu menyerahkannya kepada pendeta yang diemeritasikan)
Doa Syafaat
IV.              Pelayanan Persembahan
Nas Persembahan
Nyanyian Jemaat
Doa Persembahan
V.                 Pengutusan
Nyanyian Jemaat
Pengutusan
Berkat

Tanggapan Kelompok
            Berdasarkan kebutuhan para usia lanjut, khususnya pemberian motivasi untuk terus melayani, demi mencegah terjadinya kemunduran yang lebih cepat; dorongan untuk tidak larut dalam kesepian, serta membuat hidup lebih bermakna, maka kelompok sangat mendukung praktik emeritasi pendeta sebagai salah satu contoh ritus pensiun. Dalam ritus ini, nampak bahwa sang pendeta yang diemeritasikan, diberikan motivasi untuk tetap melanjutkan karyanya, bahkan ia diperkenankan untuk bekerja dalam bidang lain. Selain itu, dalam ritus emeritasi pendeta, nampak juga adanya kasih sayang dari lingkup kerabat dan lingkungan keluarga terdekat sang pendeta. Hal ini nampak dalam kata-kata sambutan, seperti halnya yang tertuang dalam buku Emeritasi Pendeta Lazarus, yang berjudul Mengilas Balik untuk Terus Melangkah ke Depan.

             


Daftar Pustaka
Hurlock, Elizabeth, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1990
Deeken, Alfons Usia Lanjut, Yogyakarta: Kanisius, 1998.
Zakaria J. Ngelow, dalam Mengilas Balik untuk Terus Melangkah ke Depan, Emeritasi Pdt             Lazarus H. Purwanto, Jakarta:  Panitia Emeritus Pdt Lazarus, 2011. 

____, Tager dan Talak GKI, Jakarta:BPMS GKI, 2009.

Website













[1] Tema Kebaktian Emeritasi Pdt Lazarus H. Purwanto. 
[2] Elizabeth Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1990), hal, 439.
[3] Ibid., hal. 380.
[4]
[5]Op, cit., Hurlock, hal. 417.
[6] Ibid., 417-418.
[8] Alfons Deeken, Usia Lanjut, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hal. 22.
[9] Zakaria J. Ngelow, dalam Mengilas Balik untuk Terus Melangkah ke Depan, Emeritasi Pdt Lazarus H. Purwanto, (Jakarta:  Panitia Emeritus Pdt Lazarus, 2011), hal. 162-163.
[10] ____, Tager dan Talak GKI, (Jakarta: BPMS GKI, 2009), hal 232.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar