Rabu, 20 Maret 2013

Pasang-Naik dan Pasang-Surut Kekristenan di Asia, 700-1500



Pasang-Naik dan Pasang-Surut Kekristenan di Asia, 700-1500

Pengantar
                Lebih dari tujuh abad sejak kemunculannya, Kekristenan sudah berjalan jauh hingga ke Timur. Mengikuti jalur sutra, Kekristenan telah singgah di daerah yang dilewatinya dan berkembang menjadi komunitas-komunitas dalam masyarakat, bahkan ada yang menjadi kekuatan politik. Perkembangan Kekristenan saat itu, sekitar tahun 700 sampai 1500, selain telah adanya komunitas Kristen di banyak tempat di Asia, mengalami kemunduran dan bahkan ada yang hilang sama sekali.
                Di Asia, cakupan dari tempat-tempat di mana Kekristenan berkembang dapat dibagi ke dalam tiga wilayah, yakni Armenia, India dan Cina.  Hingga abad ke-7, gereja-gereja Kristen sudah mapan, seperti di Armenia, India dan Cina, dan juga ditandani dengan adanya negara Kristen di Asia Tengah, seperti di Armenia. Di abad-abad berikutnya, dinamika perkembangan Kekristenan mengalami goncangan, khususnya setelah ada kekuatan politik dan sosial yang ikut menentukan keberadaannya. Terlepas dari hal itu, eksistensi Kekristenan itu juga tidak bisa lepas dari bagaimana gereja-gereja itu dapat bertahan dan yang juga penting ialah metode apa yang digunakan hingga Kekristenan saat itu dapat berkembang, atau sebaliknya tidak berkembang dan hilang.  
Kekristenan di Armenia
                Pada abad ke-3, bangsa Armenia telah menjadi Kristen. Jalan menuju Armenia yang Kristen itu dimulai dari Raja Tiridater III yang bertobat dan dibaptis oleh Gregorius Penerang (the Illuminator). Kekristenan Armenia menjadi identitas bangsa itu apalagi setelah adanya proses kultural yang begitu panjang, salah satunya penerjemahan Alkitab (Wessel 2004, 112-113). Corak Kekristenan di Armenia sendiri ialah monofisitisme. Secara politik, setelah abad ke-6, Armenia juga terpisah dari Byzantium (Wessels 2004, 112-113).
                Saat perluasan Islam terjadi di Timur Tengah, sekitar pertengahan abad ke-7, Armenia juga mengalami perjumpaan dengan Islam dan harus mengakui kekuatannya, kemudian ditaklukan oleh kekuasaan Arab Islam. Meski diduduki oleh Islam, di Armenia muncul Hovhannes Otzun, yang adalah katolikos Armenia, yang menulis banyak tulisan teologis. Ia juga pernah bertemu dengan Khalifah Umar II, pada 717-720, dan melakukan negosiasi dengannya (Wessel 2004, 113-114). Dalam kondisi terjajah pun, orang-orang Kristen Armenia tetap bisa mempertahankan dirinya.
                Ada masa ketika di Armenia terjadi perpecahan yang dimulai dari keluarga kerajaan. Pangeran Ashot di akhir abad ke-9. Ia mendirikan dinasti dan setelah orang Seljuk  satu abad berikutnya berkuasa di sana, banyak yang berpindah ke Kikilia di Turki (Wessel 2004, 114-115).  Selang dua abad berikutnya, ada juga sebuah kerajaan Armenia di daerah tersebut (Irvin & Sunquist 2001, 451-452). Perkembangan gereja dan teologi juga terjadi di sana. Gereja Armenia di Kikilia (juga disebut Armenia Kecil) berjumpa dengan orang-orang Gereja Yunani, sehingga mereka kemudian menyikapi hal tersebut dengan menerima hasil Chalcedon dengan tetap mengakui historisitas Nestorian dalam gereja tersebut. Namun demikian, Gereja Armenia, di luar yang di Kikilia, tetap tidak bisa menerima hal itu (Irvin & Sunquist 2001, 451-452).
                Selain karena diduduki oleh kekuasaan Islam, sejak bangkitnya Islam sampai kemudian berkuasanya orang Seljuk di Asia Barat, degradasi Kekristenan di Armenia terjadi karena ketegangan politis dan agama terjadi. Orang-orang Armenia terbuka terhadap kekuasaan Latin, terutama sejak datangnya pasukan Perang Salib, juga Raja Armenia yang membuka relasi dengan Paus di Roma, dan pada saat yang sama tetap berpegang pada teologi Timur mereka (Irvin & Sunquist 2001, 451-452). Kaum Fransiskan dan Dominikan datang ke sana pada pertengahan abad ke-13. Kedatangan mereka membawa dominasi gereja Barat dan justru membuat ketegangan umat di sana, karena sekarang ada dua pemimpin gereja yang menimbulkan masalah politik di Kikilia (Irvin & Sunquist 2001, 451-452; 493).
Kekristenan di India
Pada pembahasan kelompok sebelumnya kiranya sudah cukup jelas , bagaimana kekristenan muncul, berkembang dan bertahan di India. Salah satu pembawa agama Kristen ke India, ialah Rasul Thomas. Ia tiba di India dan memulai misinya, dan berujung pada berdirinya gereja pertama di India di daerah Parur. Seiring juga dengan datangnya kekristenan dari Syria ke India pada abad ke-4 dan  beberapa kelompok yang dibawahi oleh Bishop Joseph dari Urha serta Thomas dari Cana, akhirnya ada banyak gereja yang dibangun di India. Beberapa komunitas Kristen lainnya berada di belahan selatan India dan letaknya terpencar-pencar. Mereka pada umumnya menganggap dirinya sebagai pengikut Rasul Thomas. Atas dasar klaim inilah, mereka mengidentikkan diri mereka sebagai bakal gereja di India yang bersumber langsung dari Rasul Thomas. (Irvin & Sunquist 2001, 495)
Selanjutnya, sejarah mencatat bahwa perkembangan umat Kristen sekitar abad ke-4 sampai ke-15 di India mengalami perkembangan yang cukup pesat. Pada abad ke-8 gereja-gereja sudah semakin kuat posisinya oleh karena semakin banyaknya imigran dari daerah Persia. Metode yang digunakan oleh para penyebar agama ialah metode populisasi. Maksudnya ialah, dengan memperbanyak jumlah orang Kristen di tempat itu, sehingga diharapkan akan memperkuat kekristen di India saat itu. Sempat terjadi konflik dengan pemeluk agama Islam, tepatnya di abad ke-9, yang berdampak pada perkembangan agama Kristen di daerah selatan, tepatnya di daerah Cranganore hingga Kerala. (England 1996, 61)
Misi dari agama Islam yang hadir di India ialah, untuk menciptakan persatuan. Mereka menyadari bahwa dengan berkembangnya beberapa agama dan juga kebudayaan masyarakat yang beragam, maka akan sulit tercipta kesatuan. Melalui tindakan ini, mereka berupaya untuk menjadikan India, menjadi satu kesatuan. Untuk mewujudkan keinginan mereka ini, para pemeluk agama Islam memberikan sebuah pernyataan, “bahwa bagi siapapun yang tidak mau menyembah Allah yang mereka sembah, maka mereka bukanlah saudara kami.”  (Frykenberg 2008, 72)
Bagi siapa yang tidak mengikut Islam akan dikatakan kafir dan diasingkan dari komunitas. Pribadi itu tidak akan memeroleh hak dan kelayakan hidup di masyarakat saat itu, itulah salah satu konsekuensi dari tidak mengikut Islam. Para pengikut agama Islam yang baru, juga memiliki misi yang sama yaitu menyebarkan agama Islam ke seluruh penjuru negeri. Tiap pribadi juga harus menyadari bahwa mereka akan tergabung dalam suatu gerakan untuk melakukan jihad (yang mengatas-namakan Allah).
Usaha misi yang dilakukan oleh agama Islam tidaklah berjalan mulus. Pada awalnya mereka mengalami kesulitan untuk menembus masyarakat India, dengan seluruh kompleksitasnya. Agama Islam dengan segala usahanya yang progresif dan berkelanjutan akhirnya membuahkan hasil. Hal ini semakin kuat ketika dalam penyebaran agama itu, ada tiga golongan masyarakat, yaitu Arab, Persia, dan Turki, yang ikut membantu agama ini, sehingga dapat merangsek ke India. (Frykenberg 2008, 73) Hasilnya, ketika Islam mulai berkembang, maka Islam mulai menggeser beberapa gereja hingga ke daerah selatan India.[YS1] 
Pada perkembangan selanjutnya, terdapat juga beberapa gereja dan keluarga-keluarga di daerah Malabar yang hidup damai di tempat mereka tinggal, hingga abad ke-18. Salah satu hal yang mereka usahakan untuk mempertahankan kehidupan mereka adalah dengan memelihara tradisi yang telah dilakukan turun-temurun, misalnya tradisi peribadatan. Tradisi-tradisi itu di antaranya ialah, dengan melakukan praktek perjamuan kudus, baptisan anak dan dewasa. Dalam perjamuan kudus yang menjadi elemen tubuh dan darah Kristus ialah, roti dan anggur.
Hal menarik lainnya ialah melihat bagaimana perempuan diperlakukan di India. Para perempuan Kristen bertekad untuk mengusahakan kesetaraan hak bagi seluruh perempuan. Secara keseluruhan hak-hak mereka dibatasi hanya di rumah saja. Hal yang dapat mereka lakukan hanyalah ke gereja. Letak rumah mereka umumnya berada di sekitar gereja, oleh karena itu mudah bagi mereka untuk pergi beribadah. Namun, mereka tetap diikutsertakan dalam perayaan perjamuan kudus. (England 1996, 64)
Selama berabad-abad agama Kristen terus bertahan. Sempat mengalami pasang naik dan surut, tapi hal positifnya ialah agama ini masih tetap dapat bertahan. Dalam komunitas Kristen, beberapa unsur-unsur agama Hindu diterima, seperti pemberian persembahan, kegiatan berziarah, dan beberapa ornamen yang digunakan dalam upacara pernikahan. Hal yang menjadi perhatian ialah, bagaimana caranya agama Kristen – sebagai agama yang mereka anut – dapat berhubungan dengan agama Hindu yang beberapa praktik ibadahnya tetap melekat dalam tatanan masyarakat itu?
Penyebaran agama Kristen ke belahan dunia lain dari India, melalui jalur laut dengan bantuan para pedagang pun, mulai berkembang semakin pesat. Kita dapat menemukan beberapa tokoh terkenal, yaitu Marco Polo (1292), John of Monte Corvino (1305). Pada tahun 1504, dalam salah satu dokumen dikatakan bahwa perkembangan umat Kristen sudah mencapai 30.000 keluarga Kristen. Pada abad ke-14, para pedagang Armenian datang ke India baik melalui jalur darat, maupun laut. Keberadaan mereka tidak hanya di sana saja, tetapi hampir di seluruh Asia. (England 1996, 66)
Kisah Kristen di Cina
Dalam perkembangan kekristenan dari India sampai ke Cina, kita dapat melihat bahwa kekristenan lahir oleh karena usaha para misionaris Kristen[YS2] . Di Cina sekitar tahun 635, kekristenan datanglah oleh seorang biarawan-misionaris bernama Alopen dari kawasan Balkh. Alopen melakukan kegiatan missioner Kristen pertama di Cina dengan membawa sutra dan arca (Irvin & Sunquist 2001, 317).  Sutra dan arca yang dibawa oleh Alopen merupakan salinan-salinan kitab suci Kristen, teks-teks liturgi, literatur katekese dan sebuah salib.
Dalam pekabaran misi yang dilakukan oleh Alopen, Kaisar T’ai-tsung mengundang Alopen untuk datang ke istana dan memerintahkan Alopen menerjemahkan teks-teks yang dibawanya ke dalam bahasa Cina (Irvin & Sunquist 2001, 318). Setelah teks-teks yang dibawa oleh Alopen diterjemahkan, kaisar T’ai-tsung pun memeriksa ajaran-ajaran tersebut secara pribadi, yang kemudian disetujuinya untuk disebarkan pada tahun 638. Salah satu contoh teks Alopen, Jesus-Messiah Sutra mengajarkan tentang Tuhan penguasa langit yang tidak keliahatan, yang hidup dalam kedamaian dan memanggil setiap orang untuk hidup suci. Melalui pengajaran ini, setiap orang pun dituntut untuk taat kepada Allah, pemimpin suci, dan kepada ayah dan ibu. Dalam ajaran teks Jesus-Messiah Sutra,  selain ajaran Kristen terdapat juga ajaran Kong Hu Cu (Konfusianisme) yang menjadi ideologi kaisar. Oleh karena itu, teks-teks Alopen pun menjadi paham bagi para penguasa di Cina bahwa gerakan Kristen sebagai suatu sekte yang serupa dengan Buddhisme (Irvin & Sunquist 2001, 320). Tahun 650, Kaisar menganugerahkan gelar kehormatan bagi uskup Alopen atas pengajarannya. Dengan adanya anugerah dari kaisar, Alopen pun semakin mulus mengembangkan kekristenan di Cina hingga tahun 683, sebab pemerintah Cina mendukung dan melindungi pengajaran kekristenan.
  Pada tahun 691 di bawah pemerintahan permaisuri Wu Chou, Cina memaklumatkan Buddhisme sebagai agama resmi kekaisaran. Sejak peresmian Buddhisme diusung sebagai agama kekaisaran, kekristenan pun mulai ditindas oleh massa Buddhis dan kaum Taois sampai tahun 712. Pada tahun 744, seorang rahib bernama Chi-ho dan Lo-han dikabarkan memimpin kebaktian Kristen di istana raja. Selain Chi-ho dan Lo-han dalam perkembangan kekristeanan  di Cina, adapula prasasti yang mencatat tentang keberadaan seorang imam bernama Ching-ching. Ching-ching dikenal juga sebagai pertapa dan penulis yang produktif. Sedikitnya sudah ada 30 buku yang diterjemahkan Ching-ching ke dalam bahasa Cina, beberapa di antaranya adalah bagian-bagian kitab suci (Irvin & Sunquist 2001, 320) . Oleh karena karyanya, Ching-ching pun mencatatkan dirinya di sebuah katalog yang berisikan karya-karya Buddhis.
Pada pemerintahan Wu-tsung tahun 840-845 di Cina lahirlah pembaruan ideologi-ideologi keagaman nasional. Pembaruan ideologi ini diprakasai oleh kaisar Wu-tsung dan cendikiawan Kong Hu Cu. Dalam pembaruan ideologi ini, penganut agama-agama asing diusir dari Cina serta diharuskan hidup seperti seorang awam. Akibatnya sekitar 3000 rahib dan rubiah serta imam Kristen disekularisasi secara paksa. Para pengikut Buddhisme dan Zoroastrian pun dipaksa untuk meninggalkan panggilan mereka dan kembali ke kehidupan sekular. Dengan adanya pembaruan ideolog Kong Hu Cu, umat Kristen di Cina yang terdiri dari pedagang-pedangang ataupun para biarawan yang merupakan orang asing menghilang bersama dengan gereja dan biara yang diruntuhkan (Irvin & Sunquist 2001, 320).
Setelah perkembangan kekristenan surut beberapa abad di Cina. Pada tahun 1260, Khubilai Khan seorang penguasa di kawasan timur Mongol hadir di Cina untuk membawa kekristenan. Lewat penghapusan ideologi Konfusianisme dalam birokrasi negara dan pemakaian orang-orang Cina sebagai pegawai untuk pengumpulan pajak kekaisaran. Berbagai biara dan gereja pun mulai dibangun kembali sebagai  tempat orang-orang Mongol dan para saudagar Persia berkomunitas (Irvin & Sunquist 2001, 450) .  Komunitas para saudagar Kristen yang berasal dari Armenia dan Persia ini mendiami kawasan tenggara Cina yang disebut dalam catatan perjalanan Marco Polo.
Penutup
                Kekristenan di Asia pada periode ini mengalami pasang naik dan surut oleh karena adanya proses panjang sejak pekabaran Injil di [YS3] Asia, pergumulan teologi yang terjadi, sampai pada keadaan politik yang terjadi. Kekristenan Timur, dalam hal ini Nestorianisme,berkembang sampai ke Timur jauh, namun tidak dapat mendaratkan kekuatannya oleh karena pendekatannya, ada yang elitis dan ada yang populis, dalam rangka bertahan di tempat-tempat di mana ia berada. Di sisi lain, pergolakan politis dan sosial yang ada juga turut memberi pengaruh bagi perkembangan dan sekaligus kemunduran gereja.

Daftar Pustaka
England, John C. 1996 The Hidden History of Christianity In Asia. Delhi: ISPCK.
Frykenberg, Robert Eric.2008. Christianity in India. New York: Oxford University Press.
Irvin, Dale T., & Sunquist, Scott W. 2001. History of the World Christian Movement: Vol. 1, Earliest Christianity to 1453, New York: Orbis.
Wessels, Anton. 2004. Arab dan Kristen: Gereja-gereja Kristen di Timur Tengah, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Tidak menggunakan sama sekali Dictionary... dari Sunquist?
Perhatikan catatan perbaikan redaksional! Untuk semester depan dan pada saat penulisan skripsi, jangan diulangi lagi kesalahan-kesalahan penulisan.
  


 [YS1]Mengapa bisa demikian? Apakah karena Islam menjadi agama para penguasa, sementara Kristen hanya dianut rakyat biasa?
 [YS2]Misionaris dalam arti apa?
Utusan yang dikirim oleh uskup?
 Atau para pedagang Kristen?
Atau orang-orang Kristen yang melarikan diri dari tempat asalnya?

Berapa banyak orang-orang Kristen baru yang merupakan hasil perjumpaan dengan misionaris? Pedagang? Para pelarian?

Berapa banyak orang-orang Kristen yang berkembang dari hasil perkawinan dan kelahiran?
 [YS3]Perhatikan pilihan kata!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar